Quantcast
Channel: Ransel Kecil
Viewing all 346 articles
Browse latest View live

Pulau Ubin, Destinasi Berbeda di Singapura

$
0
0

Sering kali wisatawan asal Indonesia apabila berkunjung ke Singapura, tidak akan melewatkan wisata ke Patung Merlion, Esplanade, Universal Studio, Sentosa Island, Marina Bay atau belanja di Orchard Road. Sebetulnya, banyak sekali destinasi yang cukup menarik di Singapura. Contohnya Pulau Ubin.

Pulau Ubin merupakan salah satu pulau yang ada di Singapura. Terletak di selat Johor sebelah timur dari pelabuhan udara Changi.

Asal-usulnya, menurut legenda Melayu, adalah dahulu kala terdapat tiga binatang yakni katak, babi dan gajah. Mereka saling menantang untuk mencapai pantai di Johor (Malaysia). Namun, ketiga binatang tersebut gagal mencapai pantai Johor. Babi dan gajah menyatu menjadi Pulau Ubin dan katak menjadi Pulau Sekudu.

Ketika zaman kolonialisme Inggris, ditemukan batu granit di pulau Ubin. Seketika Pulau Ubin menjadi pertambangan batu granit. Batu granit ini dijadikan bahan dasar pembuatan lantai/ubin bagi bangunan di Singapura termasuk Johor.

Suasana Sederhana di Pulau Ubin
Suasana sederhana di Pulau Ubin.

Kini, sejak sekitar tahun 1970-an, pertambangan batu granit perlahan-lahan mulai ditutup. Tahun 1999 pertambangan di Pulau Ubin resmi ditutup. Banyak penambang batu granit meninggalkan pulau ini menuju Pulau Singapura. Sekarang Pulau Ubin menjadi sepi, tetapi menjadi destinasi yang baik untuk mengeksplorasi bagian lain dari Singapura yang selama ini kita kenal. Kelebihan lain dengan ditutupnya pertambangan ini adalah banyak burung maupun hewan lain yang kembali ke pulau ini. Vegetasinya pun juga terjaga.

Banyak penduduk Singapura mengunjungi pulau ini sekedar untuk melepaskan kepenatan ataupun untuk berolahraga sepeda.

Ada beberapa cara untuk mencapai pulau Ubin ini. Bisa menggunakan taksi, tapi akan mahal harganya. Atau bisa juga dengan menggunakan MRT, turun di stasiun Tanah Merah dan lanjut dengan menggunakan bis SBS Transit No. 2 menuju Changi Village Terminal. Turun di Changi Village Terminal, lalu langsung menuju Changi Point Ferry Terminal. Arah petunjuknya sangat mudah. Langsung turun tangga menuju ke dermaga. Ada dua arah yang satu menuju ke perahu pulau Ubin atau ke pulau Pengerang. Khusus ke pulau Pengerang, harus membawa paspor, karena pulau ini termasuk wilayah Malaysia.

Dek di Pantai Pulau Ubin
Dek di Pantai Pulau Ubin.

Perahu (disebut juga bumboat) yang menuju ke pulau Ubin akan menunggu sampai penuh yakni 12 penumpang. Biayanya hanya S$2.50 per orang. Bila tidak sabar menunggu, bisa membayar Sing S$30 untuk langsung jalan. Uniknya, pembayaran ditarik saat di perahu, jadi tidak perlu mengantri membeli tiket.

Perjalanan sendiri akan memakan waktu sekitar 10-15 menit. Begitu sampai dermaga Pulau Ubin, kita akan disambut dengan air yang bening. Tidak berasa di Singapura, meski di kejauhan kelihatan pesawat yang akan mendarat maupun yang terbang, plus gedung-gedung apartemen.

Di dermaga Pulau Ubin banyak sepeda ataupun sepeda motor di sepanjang jalan menuju pulau. Kendaraan-kendaraan ini milik penghuni Pulau Ubin yang mungkin sedang sekolah di pulau utama di Singapura atau ada keperluan. Pulau Ubin tidak memiliki sekolah ataupun toko besar yang menjual keperluan sehari-hari.

Kapal Penyeberangan ke Pulau Ubin
Kapal penyeberangan ke Pulau Ubin.

Tidak jauh dari dermaga kita akan bertemu kantor polisi Pulau Ubin, pusat informasi turis, “ojek” mobil van yang bisa disewa buat keliling pulau plus tempat sewa sepeda. Sepeda disewa dengan harga S$2–S$20. Kondisi sepeda harus diperiksa dan dicoba sebentar. Jangan sampai menyesal karena rusak atau tidak nyaman, karena pulau Ubin lumayan luas dan ada beberapa jalan yang masih tanah dan becek. Tidak disangka, sepeda gunung yang saya sewa seharga S$10 ternyata bermerek Polygon yang notabene produksi Indonesia. Bangga dengan buatan negara sendiri!

Ternyata, banyak juga orang lokal yang mengunjungi pulau Ubin, baik dari anak-anak sekolah maupun orang umum. Yang memilih berjalan kaki untuk mengelilingi pulau, lumayan juga, mungkin sekalian buat jalan sehat.
Karena ingin menjelajah Pulau Ubin sendirian, aku tidak melihat peta yang terpampang di pinggir jalan, hanya ingin mengikuti kata hati dan alur jalan yang ada di Pulau Ubin. Banyak hal yang bisa dilihat di pulau ini, seperti quarry atau ceruk bekas tempat pertambangan granit, kuburan muslim, kuil Fo Shan Ting Da Bao Gong, maupun Chek Jawa.

Quarry yang ditinggalkan
Quarry yang ditinggalkan.

Banyak tanda peringatan di pulau ini untuk kenyamanan maupun keamanan pengunjung, seperti peringatan tertimpa buah yang jatuh, harus menuntun sepeda, tidak boleh berenang di quarry ataupun jalanan yang licin. Keselamatan menjadi yang pertama.

Pulau ini sekarang memiliki hotel yang lokasinya dekat kantor polisi tadi. Untuk yang mau berkemah, harus membawa tenda sendiri dan melaporkan diri, di mana akan berkemah, agar kalau terjadi sesuatu akan diketahui rimbanya.

Ada juga daerah yang memang dilarang untuk dimasuki, kebetulan di bagian sisi timur pulau, ada National Police Cadet Corps (NPCC), yang merupakan sekolah untuk menjadi polisi. Kalau untuk sekedar melewati sah-sah saja, asal jangan memasuki.

Hal lain yang menarik perhatian saya adalah adanya kuburan muslim. Ada dua letak kuburannya, namun kuburan lebih kelihatan seperti hutan, karena kuburannya tidak banyak dan juga tanda nisannya mirip nisan yang ada di kuburan kuno di Pulau Jawa atau kuburan di Jl. Kubor di dekat Kampong Arab (dekat Bugis) di pulau utama Singapura.

Sewaktu memasuki daerah Chek Jawa, di pos penjagaan, tidak ada orang yang menjaga. Ketika itu saya ingin sekali naik ke menara ataupun jalan di dermaga yang ada di Chek Jawa Wetland. Kita tidak diperbolehkan memasuki Chek Jawa Wetland tanpa adanya petugas yang menemani. Karena lama menunggu, saya putuskan untuk bersepeda lagi menuju bukit yang ada di pulau ini.

Ada sekitar lima quarry yang ada di pulau ini, seperti Ketam Quarry atau Ubin Quarry. Semuanya diberi pagar pelindung, supaya pengunjung tidak langsung berenang. Tidak ada penjaga yang mengawasi!

Bagi yang suka bersepeda gunung, jogging ataupun berolahraga yang lain, pulau ini menawarkan sesuatu yang menarik. Dengan udara yang sangat segar, tentunya tempat ini sangat cocok sebagai tempat beraktivitas, sambil melihat “desa” asli Singapura. Sepi dan tenang. Rumah penduduk tidak banyak dan jarang terlihat orang berlalu-lalang.

Sayang sekali, waktu saya berkunjung, belum waktunya buah durian berbuah. Tempat ini terkenal dengan buah duriannya.

Tidak terasa, sudah lebih dari tiga jam saya bersepeda mengelilingi pulau ini. Waktunya untuk meninggalkan Pulau Ubin. Saya ,enunggu isi penumpang perahu sampai 12 orang untuk kembali ke Changi Point Ferry Terminal.
Tidak ada salahnya untuk mengunjungi pulau Ubin sebagai liburan alternatif di Singapura, mencari sisi lain dari Singapura untuk mendapatkan keaslian kehidupan di Pulau Ubin.


Film-film Bertema Perjalanan

$
0
0

Banyak inspirasi yang bisa didapat dari menyaksikan film-film bertema perjalanan. Walaupun perspektifnya adalah fiksi, dan banyak hal yang didramatisir, tetap saja ia menjadi motivasi untuk segera berkemas dan berangkat ke suatu tempat. Ada beberapa film yang dapat anda saksikan untuk mendapatkan inspirasi perjalanan, di antaranya:

The Darjeeling Limited

The Darjeeling Limited
The Darjeeling Limited

Film arahan Wes Anderson ini menampilkan Owen Wilson, Jason Schwartzman dan Adrien Brody sebagai tiga saudara kandung yang berkelana ke India untuk menjadi lebih dekat satu sama lain. Ikuti petualangan mereka yang penuh romansa, kejadian aneh dan komedi selama perjalanan di India di dalam kereta api, kota-kota kecil dan perkampungan di sana. Gaya visual menarik, sound design yang menghibur dan warna yang hangat membuat film ini layak ditonton.

Into the Wild

Into the Wild
Into the Wild

Berdasarkan kisah nyata Christopher McCandless yang melayangkan protes terhadap kehidupan modern dengan cara mengasingkan diri ke pedalaman Alaska. Tabungan $24.000 yang dia punya diserahkan seluruhnya ke badan amal, lalu, tanpa kendaraan apapun, ia menumpang bertahap dari Emory University, Atlanta, ke Alaska. Selama perjalanan banyak hal yang dia pelajari. Bagaimana akhirnya ia sampai di Alaska dan apa yang dia petik dari pengalaman ini, dapat kita saksikan di film ini.

The Motorcycle Diaries

The Motorcycle Diaries
The Motorcycle Diaries

Film ini adalah biopik Ernesto “Che” Guevara, yang ketika berusia 23 tahun melakukan ekspedisi dengan sepeda motor sepanjang Amerika Selatan bersama temannya Alberto Granado. Dalam perjalanan ini kita dapat menyaksikan bagaimana Guevara menyadari realita kehidupan yang penuh hedonisme dan ketidakadilan, yang kemudian menjadi inspirasinya menjadi komandan gerilya Marxist di kemudian hari. Perjalanan ini mengubah hidupnya dan membuatnya menjadi punya pandangan radikal terhadap hidup.

Midnight in Paris

Midnight in Paris
Midnight in Paris

Cocok ditonton bersama pasangan, Owen Wilson memukan dalam komedi romantis arahan Woody Allen. Gil Pender adalah seorang penulis yang berusaha menyelesaikan novelnya sedang berlibur ke Paris bersama tunangan dan keluarga tunangannya yang kaya raya dan hedonis. Gil, yang idealis, ingin pindah ke Paris untuk selamanya demi mengejar romantika Paris dan penyelesaian novelnya, namun tak disetujui tunangan dan keluarganya. Di Paris, tiap tengah malam, ia mengalami perjalanan lintas waktu ke masa lalu yang mengubah hidup dan cara pandangnya.

Little Miss Sunshine

Little Miss Sunshine
Little Miss Sunshine

Satu keluarga dengan beragam karakter melakukan perjalanan darat dengan mobil tua mereka. Masing-masing anggota keluarga punya mimpi, kebiasaan dan sifat yang kontras. Bagaimana mereka dapat menyelesaikan perjalanan ini? Atau apakah perjalanannya sesuai yang direncanakan?

Life of Pi

Life of Pi
Life of Pi

India selalu menarik menjadi latar belakang fiksi, terutama dalam film ini. Pondicherry adalah kantong kolonialis Perancis yang berada di tenggara India, lokasi di mana film ini dimulai. Keluarga India yang memutuskan pindah ke Amerika Serikat dengan kapal laut — sebuah keputusan kepala keluarga yang tidak begitu disetujui anak lelakinya. Anak lelaki ini pun tak pernah tahu apa yang akan terjadi di tengah perjalanan.

Amélie

Amelie
Amélie

Kisah tentang wanita muda beranama Amélie (Audrey Tautou) yang mengalami masa kecil kurang bahagia karena didiagnosa penyakit kelainan jantung, dan selalu menghabiskan waktu di kamarnya dengan beragam imajinasi. Ibunya meninggal pada usia delapan tahun. Ketika tumbuh dewasa, ia memutuskan untuk membahagiakan orang lain dengan berbuat bermacam-macam kebaikan, mulai dari menjalin pertemanan antara orang-orang asing, mengembalikan barang hilang dan lain sebagainya. Latar belakangnya menjadi inspirasi untuk pergi ke Perancis dengan detil-detil menawan!

Lost in Translation

Lost in Translation
Lost in Translation

Bob Harris (Bill Murray) adalah seorang aktor Amerika terkenal yang karirnya sedang suram. Karena butuh pekerjaan ia pergi ke Tokyo, Jepang, untuk menjadi model iklan wiski dengan bayaran yang lumayan. Ia kemudian bertemu Charlotte (Scarlett Johansson) di bar hotel tempat ia menginap. Charlotte adalah wanita yang sudah menikah dan sedang ikut ke Tokyo bersama suaminya seorang fotografer, yang sibuk bekerja setiap hari. Baik Bob maupun Charlotte merasakan ketidakpuasan pada hidupnya masing-masing. Apakah yang terjadi pada mereka berdua di sebuah hutan beton di tanah asing? Menarik melihat berbagai detil kehidupan Tokyo di film ini.

Up in the Air

Up in the Air
Up in the Air

Ryan Bingham (George Clooney) adalah pegawai sebuah perusahaan manajemen transisi kepegawaian di mana ia bertugas untuk datang ke berbagai tempat, bertemu dan memberitahu beberapa pegawai kliennya yang akan dipecat atau di-PHK (“giving away the pink slips“). Karena sering terbang ke berbagai kota di Amerika Serikat, ia tak punya “kehidupan tetap” dan selalu berpindah-pindah. Namun, kehidupan seperti ini justru dinikmatinya dan ia dapat bertemu banyak orang, walaupun pekerjaannya mendikte ia untuk selalu memberi kabar buruk.

The Rum Diary

The Rum Diary
The Rum Diary

Berlatar belakang Puerto Rico dan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Eisenhower, Paul Kemp (Johnny Depp) adalah wartawan yang melamar pekerjaan di sebuah surat kabar yang berbasis di San Juan, Puerto Rico. Pergaulannya membawanya bertemu Chenault (Amber Heard), tunangan dari pengusaha asal Connecticut bernama Sanderson (Aaron Eckhart). Sanderson sedang berusaha untuk membangun resor mewah untuk orang kaya dan fasilitas-fasilitas lainnya dengan cara-cara yang kurang etis. Kemp menghadapi dilema yang luar biasa karena di satu sisi Sanderson membutuhkan jasa wartawan untuk membangun citra baik, sedangkan hati nuraninya berkata lain. Di film ini, kita bisa menikmati San Juan, Puerto Rico tahun 1950an dengan bangunan unik serta pantai-pantai yang indah.

Menyantap Mie Aceh dan Sate Gurita di Aceh

$
0
0

Kedai Sate Gurita di Pujasera Pulau Sabang
Kedai Sate Gurita di Pujasera Pulau Sabang

Saat saya berkunjung ke Aceh, saya mencoba beberapa menu masakan khas daerah ini, di antaranya yang menurut saya memiliki cita rasa tersendiri adalah mie aceh dan sate gurita. Mie aceh saya nikmati di Banda Aceh dan sate gurita saya nikmati di Sabang.

Restoran Mie Razali
Restoran Mie Razali

Mie Aceh yang digoreng kering
Mie Aceh yang digoreng kering

Menikmati mie aceh langsung di Aceh tentunya terdapat sensasi tersediri bagi saya, rasanya beda dengan menikmati mie aceh di kota asal saya yaitu Jakarta. Saat di Aceh, saya menimati mie aceh di salah satu restoran mie aceh yang cukup terkenal, Restoran Mie Razali. Letak restoran ini tidak jauh dari hotel tempat saya menginap yaitu di Hotel 61 Jalan Panglima Polim, Banda Aceh. Saya saat berkunjung ke restoran ini, tempatnya tak sepi, tempatnya ramai mungkin karena strategis, mudah dijangkau karena letaknya di pusat kota.

Saya tahu dari papan nama restoran ini Mie Razali nampaknya sudah ada sejak tahun 1967. Namanya diambil sesuai dengan nama pemiliknya, Razali, yang kini telah almarhum. Bisnis mie di retsoran tersebut kini ditangani dan diteruskan oleh keluarganya.

Secara umum di restoran Mie Razali ini ada tiga menu, yaitu mie kuah basah, mie goreng basah dengan sedikit kuah, dan mie goreng kering tanpa kuah. Di restoran ini saya memesan mie kesukaan saya, yaitu mie aceh goreng yang kering. Setelah pesanan saya terhidang di meja saya, aromanya begitu menggoda selera. Setelah saya makan, suapan pertama rasanya begitu menggoda, saya pun makan dengan enaknya, rasanya amat maknyus.

Sate Gurita dengan Bumbu Kacang
Sate Gurita dengan Bumbu Kacang

Mie aceh terlihat unik bila dibandingkan dengan mie lainnya, perbedaan dengan mie lainnya terutama pada bentuknya. Mie yang saya makan di restoran Mie Razali ini terbuat dari tepung dan berwarna kuning, ukurannya sedikit lebih besar dari mie biasanya. Bila saya rasakan dengan lidah saya, mie aceh terdiri dari berbagai macam bumbu masakan, yang saya rasakan ada rasa cabai, bawang putih, kemiri, bawang merah dan kacang tanah.

Di Restoran Mie Razali, menu hidangannya sangat variatif. Sebagai pelengkap, mie acehnya juga bisa dihidangkan dengan mencampurkan daging, udang atau kepiting. Kala itu sebenarnya saya penasaran dengan mie aceh yang dicampur dengan kepiting besar, namun saya urungkan memesannya, karena saya takut alergi kepiting.

Menu lain yang saya coba saat saya berkunjung ke Aceh adalah sate gurita, makanan khas ini lebih tepatnya saya coba saat saya berkunjung ke Sabang, Pulau Weh, salah satu pulau yang terletak di Aceh.

Makanan laut memang menjadi primadona kuliner di kota yang menjadi titik nol kilometer Indonesia ini, dari berbagai jenis makanan laut, gurita merupakan salah satu kuliner yang paling unik dibandingkan daerah-daerah lain di Indonesia. Gurita memang mudah ditemui di sekitar perairan dangkal Pulau Weh. Nelayan lokal sering kali menemukan gurita di antara hasil tangkapan mereka.

Saya menikmati sate gurita ini di Kedai Pujasera Kota Sabang bersama teman saya dan supir mobil yang sewa di Sabang. Letaknya tidak jauh dari Hotel Tempat saya menginap. Di kedai ini, sate gurita bisa dihidangkan dengan bumbu padang yang terdiri dari paduan cabai merah, kunyit, serta jintan yang dikentalkan dengan tepung beras dan sagu, atau dengan pilihan kedua yaitu bumbu kacang. Kala itu saya dan teman saya memesan sate gurita dengan bumbu kacang.

Saat saya mencicipi sate gurita ini, tanpa sadar, tusuk demi tusuk sate ini habis saya nikmati. Begitu nikmat terasa di lidah saya, daging yang saya rasakan sedikit kenyal dan gurih berbalur bumbu kacang, Sensasi kenyalnya, waktu saya kuyah dan bumbu rasa manis khas pada gurita keluar dan bercampur dengan bumbu dagingnya keluar, makyus sekali! sate ini menjadi santapan nikmat dan cocok sebagai pengisi perut yang lapar di malam hari itu setelah sebelumnya seharian saya berkeliling di Pulau Weh.

Secara keseluruhan sate gurita di Kedai Pujasera ini rasanya cukup lezat, manis, serta dagingnya kenyal dan gurih. Sekali menikmati sate gurita, saya merasa ketagihan.

Intinya, bila berkunjung ke Aceh dan Sabang jangan lupa menikmati kedua makanan tersebut. Rasanya enak dan harganya juga sangat terjangkau. Selamat berlibur sekaligus menikmati kuliner nusantara!

  • Disunting oleh SA 04/03/2014

Iboih Inn Bar & Resto Pulau Weh, Aceh

$
0
0

Dermaga tempat bersantai
Dermaga tempat bersantai.

Berbicara mengenai Sabang, tak bisa menghindar dari lagu “Dari Sabang Sampai Merauke”. Benar saja, Indonesia adalah negara kepulauan, dan kepulauan tersebut dimulai dari ujung paling barat yaitu Pulau Weh dengan Sabang sebagai pusat kotanya. Beruntung sekali bagi saya bisa mengunjungi tempat seindah ini. Banyak tempat menarik di Pulau Weh, diantaranya yang saya kunjungi adalah Tugu Nol Kilometer, Iboih, Rubiah, Gapang, Sabang sebagai pusat kota Pulau Weh, dan Sumur Tiga, dan dari semua tempat tersebut yang paling berkesan menurut saya adalah Iboih.

Pintu masuk Iboih Inn melalui dermaga
Pintu masuk Iboih Inn melalui dermaga.

Resepsionis
Resepsionis.

Iboih terletak di bagian tengah Pulau Weh. Butuh sekitar satu setengah jam perjalanan menggunakan mobil dari Pelabuhan Balohan menuju Iboih. Iboih memiliki banyak pantai yang menawan. Sesampainya di Iboih mobil yang saya naiki parkir di sekitar dermaga Iboih, pas di tepi pantai. Suasana laut mulai saya rasakan, hembusan angin saya dengar seakan sedang menyapa saya “Selamat Datang di Iboih”.

Hari sudah menunjukan Pukul 12 siang, namun matahari tidak begitu terik, tak lama setelah itu saya langsung mencari tempat untuk menginap. Banyak sekali penginapan di Iboih, mulai dari tarif yang murah sampai dengan tarif yang mahal. Setelah berdikusi dengan teman saya, akhirnya saya putuskan untuk menginap di Iboih Inn.

Banyak pertimbangan mengapa saya memilih untuk menginap di Iboih Inn, salah satunya menurut referensi dari masyarakat lokal, Iboih Inn merupakan salah satu penginapan yang ternyaman. Dari segi harga, Iboih Inn memang tergolong agak mahal dibandingkan dengan penginapan yang lainnya, namun hal ini sebanding dengan kenyamanan yang di dapat yang mungkin tidak bisa di dapat dari penginapan lain.

Saya pikir, sudah jauh-jauh datang dari Jakarta ke Sabang, untuk harga soal belakangan, yang penting saya dan teman saya bisa menginap di penginapan ternyaman dan terindah, dan menurut saya Iboih Inn merupakan penginapan yang tepat untuk saya.

Untuk menuju penginapan ini, dari dermaga Pantai Iboih Inn ada dua cara, cara yang pertama bisa minta dijemput di dermaga Pantai Iboih oleh pihak Penginapan Iboih Inn menggunakan kapal, atau jalan kaki lewat perbukitan. Saya jalan kaki menuju atas perbukitan, karena saya belum booking sebelumnya, terdapat jalan setapak menuju Iboih Inn, jalannya rapi dan dari jalan itu terlihat pemandangan laut dan pantai yang menyenangkan mata. Perjalanan dilanjutkan jalan kaki 15 menit sebelum sampai di Iboih Inn.

Saya langsung menuju resepsionis untuk memesan kamar. Untungnya masih ada kamar tersedia. Saya memilih kamar yang paling mahal yang letaknya pas di tepi laut. Terdapat bebagai macam jenis kamar di Iboih Inn, mulai dari Budget Room, Deluxe Seaview-fan, dan Deluxe AC Seaview.

Dermaga apung
Dermaga apung.

Jenis Budget Room terletak di atas perbukitan, letaknya agak jauh dari tepi laut, jenis kamar ini adalah jenis kamar yang paling murah harganya Rp200.000 (tahun 2013) harga tersebut sudah termasuk free sarapan. Tipe kamar ini ada yang twin bed ada pula yang single bed, bisa di pilih sesuai dengan kebutuhan.

Tipe kamar yang kedua adalah Deluxe Seaview-Fan, letak kamar ini agak dekat dengan laut, tidak dilengkapi dengan AC hanya kipas angin saja, harganya sekitar Rp300.000 (tahun 2013), harga ini sudah termasuk sarapan.

Tipe Kamar yang terakhir adalah Deluxe AC Seaview, letak kamar ini pas sekali di pinggir laut, harganya Rp400.000 (tahun 2013). saya menginap di tipe kamar ini, sengaja saya memilih tempat ternyaman, tak masalah bagi saya harus mengeluarkan kocek yang lebih mahal, asalkan bisa mendapatkan kenyamanan yang lebih. Saya cukup puas dengan kenyamanan di kamar ini, dari kamar saya terlihat laut yang amat biru, saya bisa merasakan hembusan angin pantai dan bisa mendengarkan suara ombak. Kenyamanan tidak cukup sampai di situ, kamar ini juga dilengkapi pendingin udara dan air panas di kamar mandinya.

Persewaan alat snorkeling
Persewaan alat snorkeling.

Kamar Deluxe AC Sea-View tempat saya menginap
Kamar Deluxe AC Sea-View tempat saya menginap.

Terdapat banyak fasilitas-fasilitas menarik di penginapan ini, di antaranya bar dan resto yang terdapat di tepi laut dan dermaga apung. Bar dan restorannya menyediakan banyak makanan yang enak dengan harga yang terjangkau, saya sempat memesan nasi goreng di restoran ini. Di dekat restoran dan bar terdapat dermaga tempat untuk bersantai ria, terdapat meja dan bangku yang nyaman untuk ngobrol-ngobrol dan menikmati hangatnya matahari. Terdapat juga dermaga terapung yang bisa digunakan untuk duduk-duduk santai ataupun memancing.

Fasilitas lain di penginapan ini disediakan persewaan alat-alat snorkeling, harganya relatif murah, selain ini terdapat pula persewaan kamera bawah air, jadi para pengunjung yang suka dengan aktivitas laut tidak perlu takut karena fasilitas semuanya sudah disediakan di sini. Iboih Inn juga menyediakan persewaan kapal kecil yang bisa digunakan untuk menyeberang ke Pulau Rubiah yang letaknya tidak jauh dari Iboih.

Menu sarapan Iboih Inn sangat istimewa dan lengkap: nasi, lauk dan sayur.

Secara keseluruhan saya puas menginap di Iboih Inn, bagi anda yang berniat untuk berlibur ke Pulau Weh terutama di daerah Iboih, penginapan ini bisa dijadikan salah satu pilihan terbaik, informasi lebih lengkapnya dan pemesanan bisa di hubungi di:

Iboih Inn
Teupin Layeu, Iboih, Pulau Weh
Sabang, Aceh, Indonesia
E-mail: iboih.inn@gmail.com atau contact@iboihinn.com
Telepon: +62 811 841 570, +62 812 699 1659

  • Disunting oleh SA 04/03/2014

Makati City: Kota Paling Banyak Selfie di Dunia

$
0
0

Makati City, Filipina, menjadi kota nomor satu di dunia dilihat dari rasio pengambilan foto selfie (foto diri yang diambil sendiri) per 100.000 jiwa. Total jumlah selfie yang diambil per 100.000 jiwa adalah 258. Kedua adalah Manhattan, AS, diikuti Miami, Florida, AS. George Town, Penang, Malaysia, menjadi nomor 10 dengan 95 selfie per 100.000 jiwa. Jakarta tak masuk sepuluh besar, walau tongsis populer.

Lihat statistik lengkap.

Statistik selfie dunia versi Time
Statistik selfie dunia versi Time.

Berdoa untuk MH370

$
0
0

Malaysia Airlines penerbangan nomor MH370, yang juga di-codeshare dengan China Southern Airlines nomor CZ748, jurusan Kuala Lumpur-Beijing yang bertolak pada 00:41 dini hari waktu Kuala Lumpur tanggal 8 Maret 2014, hilang dari pantauan radar pukul 01:22 waktu setempat. Pesawat Boeing 777-200ER itu membawa 227 penumpang dan 12 awak kapal termasuk pilot dan ko-pilot. Pesawat itu seharusnya mendarat pukul 06:30 waktu Beijing. Sampai saat ini penyebab hilangnya pesawat itu dari radar masih menjadi misteri.

Mari kita sama-sama memanjatkan doa agar para penumpang dan awak kapal MH370 dapat ditemukan dengan selamat.

Berikut beberapa sorotan terakhir tragedi ini.

  • Negara-negara ASEAN, Amerika Serikat dan Australia turut membantu pencarian di Teluk Thailand, Selat Melaka dan sekitarnya.
  • Pada saat kejadian, pesawat dalam tahapan “cruising” dengan ketinggian 35.000 kaki atau 10,600 meter di atas permukaan laut, dan berkecepatan 471 knot atau 540 mil per jam atau 870 km per jam. Posisi terakhir ketika pesawat menghilang adalah 6°55′15″N 103°34′43″E. Seharusnya, pada saat itu, pesawat sudah menghubungi menara kontak Ho Chi Minh City.
  • Walaupun hilang kontak pada tepatnya 01:22 dini hari, pihak Malaysia Airlines baru memberikan konfirmasi kehilangan pesawat pada pukul 07:24 paginya. Sebelum dan sesaat menghilang, pesawat tidak memberikan pertanda atau sinyal apapun. Tidak ada indikasi adanya cuaca buruk atau masalah teknis.
  • Pesawat hilang sekitar 300km di selatan Pulau Thổ Chu yang merupakan milik Vietnam.
  • Dua orang penumpang dilaporkan naik pesawat menggunakan paspor curian dari warganegara Italia dan Austria. Kedua penumpang “palsu” ini terakhir dilaporkan membeli tiket pesawat Kuala Lumpur-Beijing secara bersamaan dengan harga yang sama. Seorang berkebangsaan Iran yang bernama “Mr. Ali” dikabarkan membantu memesan tiket ini di agen perjalanan.
  • Tidak dapat dipastikan apakah ada kemungkinan tindakan kriminal atau terorisme.
  • Tidak dapat dipastikan juga apakah ada kesalahan teknis dalam pesawat, atau semacam ledakan yang terjadi di udara.
  • Serpihan-serpihan yang tadinya diduga sebagai pintu atau jendela pesawat disangkal oleh pihak DCA (Department of Civil Aviation), Malaysia. Serpihan lain yang dikira mirip “sirip” atau “tail” juga disangkal oleh DCA.
  • Ditemukan sisa-sisa tumpahan minyak sepanjang 10-20 km di sekitar tempat hilangnya pesawat, namun terakhir dapat dipastikan bahwa tumpahan minyak itu bukan berasal dari pesawat terbang, tetapi tumpahan dari kapal
  • Panglima Royal Malaysian Air Force, Rodzali Daud, mengklaim ada rekaman radar militer yang menunjukkan pesawat udara sempat berputar balik sebelum hilang. Oleh karenanya, pencarian juga dilakukan di Selat Melaka untuk menjajal kemungkinan pesawat berada di bagian barat semenanjung Malaysia.
  • Pada hari ke-4, belum ada tanda-tanda ditemukannya jejak-jejak pesawat MH370. Wilayah pencarian diperluas dari 50 mil nautikal hingga 100 mil nautikal.
  • Untuk pengumuman dan pemutakhiran resmi dari Malaysia Airlines, laman khusus MH370 dipersiapkan di sini.

Lalu Lintas di India

$
0
0

Lalu lintas di India. Tak jauh berbeda dengan Indonesia, ya?

Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur

$
0
0

Taman Nasional Komodo
Taman Nasional Komodo.

Dari sekian banyak cerita perjalanan saya di Indonesia, Taman Nasional Komodo menjadi salah satu tempat yang punya paling banyak cerita. Terlalu banyak keindahan yang bisa di ceritakan sampai tiada habisnya.

Saya mengunjungi Taman Nasional Komodo bertepatan dengan acara puncak Sail Komodo 2013. Sengaja saya pilih waktu yang bertepatan dengan acara tersebut, agar dapat merasakan nuansa salah satu acara pariwisata terbesar di Indonesia. Banyak sekali serangkaian acara yang di selanggarakan pada acara puncak Sail Komodo 2013, mulai dari acara pariwisata dan acara budaya. Saking banyaknya, saya harus membagi waktu untuk menikmati kedua acara tersebut.

Sabtu pagi yang cerah saya sudah berdiri di dermaga Labuan Bajo, dan siap untuk berpetualang di Taman Nasional Komodo selama satu hari penuh. Sengaja saya memilih one day trip, karena saya ingin melihat pergelaran budaya di hari berikutnya.

Penjelasan mengenai trekking oleh ranger.
Penjelasan mengenai trekking oleh ranger.

Selamat datang di Taman Nasional Komodo!
Selamat datang di Taman Nasional Komodo!

“Hari ini ada dua pilihan, pilihan pertama kita ke Pulau Komodo dan Pulau Rinca, tapi kita tidak ke pulau-pulau kecil di sekitarnya untuk snorkeling, karena waktu pasti tidak akan cukup. Dari Labuan Bajo ke Pulau Komodo saja akan ditempuh selama tiga jam, pulang pergi sudah enam jam dan itu cuma perjalanannya saja,” ujar sang penjaga kapal. “Pilihan kedua, kita ke Pulau Rinca saja—tidak usah ke Pulau Komodo—kemudian kita bisa keliling ke Pulau-Pulau sekitarnya sambil snorkeling,” lanjut penjelasan dari penjaga kapal.

“Enaknya bagaimana ya, Pakl supaya bisa berpetualang dari pagi sampai sore sampai puas,” tanya saya dan keempat rekan saya serentak. “Saran saya lebih baik pilihan kedua saja, kita tidak usah ke Pulau Komodo, karena terlalu jauh dari Labuan Bajo. Kalau hanya mau lihat komodo saja sih mending ke Pulau Rinca, di sana lebih banyak komodonya daripada di Pulau Komodo. Dari Labuan Bajo ke Pulau Rinca pun tidak begitu jauh, hanya sekitar satu setengah jam. Setelahnya kita masih punya banyak waktu untuk mengelilingi pulau-pulau kecil di sekitarnya yang lebih eksotis dari Pulau Komodo, bisa menikmati pantainya dan snorkeling lebih lama,” jelas petugas kapal sembari memberi saran.

Sip deh Pak kalau begitu, kita pakai pilihan kedua saja untuk petualangan hari ini,” serentak saya dan keempat teman saya memilih. Suara bising mesin kapal pun mulai terdengar, dan kapal siap berlabuh meninggalkan dermaga Labuan Bajo.

Pulau Sebayur
Pulau Sebayur. Cantik, ya?

Savana di Taman Nasional Komodo
Savana di Taman Nasional Komodo.

Kapal terus melaju menembus ombak, saya melihat banyak kapal-kapal yang lego jangkar yang akan meramaikan acara puncak Sail Komodo 2013. Saya sungguh terkesan dengan panorama yang luar biasa terbentang dihadapan mata saya, laut yang biru, dan pulau-pulau menjadi perpaduan yang mempesona.

Asyik mengobrol dengan rekan-rekan saya, satu setengah jam berlalu tanpa terasa tiba-tiba kapal sudah mendekat ke Dermaga Pulau Rinca. Setelah merapat kami pun perlahan menuruni kapal dan siap berpetualang di Pulau Rinca.

Tak jauh dari dermaga terdapat pintu masuk Pulau Rinca, di pintu masuk saya dan rekan-rekan saya langsung di sambut oleh ranger yang akan mendampingi saya Trekking di Pulau Rinca. Baru saja melewati pintu masuk, saya langsung disuguhi tanah lapang berisi pohon-pohon bakau, terhampar perbukitan savana yang membuat saya merasa sedang berada di Afrika.

Komodo!
Komodo!

Komodo Resort
Komodo Resort.

Sebelum trekking dimulai saya dan rekan-rekan saya harus lapor dahulu di pos lapor dengan menulis identitas diri masing-masing, semacam buku tamu. Kemudian setelah itu ranger menjelaskan tentang jenis-jenis trekking. Di Pulau Rinca ada beberapa trek yang bisa dipilih. Dari jalur pendek sampai panjang yang memakan waktu satu hingga tiga jam. Rute trekking-nya sama sekali tidak membosankan. Oleh ranger saya diajak menanjak, menurun, melewati bebatuan dan hutan menikmati nuasa liar Pulau Rinca. Sungguh terasa petualangan liarnya.

Baru beberapa meter berjalan dari pos lapor, komodo-komodo sudah menyambut. Mereka berada di bawah rumah dan dapur para ranger. Para komodo banyak berkeliaran di sini, berkeliarannya komodo di area ini karena bau makanan yang memancing mereka berkumpul. Penciuman hewan pemangsa ini memang sangat tajam. Para komodo tanpak sedang tiduran di tanah, namun para ranger tetap menginstruksikan saya agar tetap waspada, sambil waspada saya tetap berfoto mengambil gambar dengan sudut yang pas.

Trekking dilanjutkan kembali, di tengah trek saya melewati sarang tempat komodo bertelur. Sarang komodo ini berbentuk lubang berkedalaman sekitar 2 meter. Di tempat inilah sang kadal raksasa ini bertelur. Tampak di dekat lubang tersebut seekor komodo betina yang menjaga sarang.

Sepanjang trekking, ranger terus mengingatkan agar tetap waspada dan berhati-hati. Terutama saat berada di sekeliling pepohonan karena anak komodo biasanya tinggal di atas pohon. Jangan sampai tertiban atau kejatuhan ludahnya yang mengandung banyak bakteri. Itulah mengapa, para peserta trekking harus selalu berada dekat dengan rangernya. Agar lebih aman dan perjalanan trekking lebih nyaman.

Dari sepanjang jalan trekking tempat trekking di Pulau Rinca yang menurut saya paling berkesan adalah saat berada di Puncak Bukit. Saat saya berada di puncak bukit saya memberhentikan sejenak langkah saya dengan pandangan mata melihat sekeliling. Terhampar birunya laut yang bergradasi dengan birunya langit, ditambah dengan hijaunya pepohonan di kejauhan. Sungguh panorama yang indah dipandang, amat menenangkan mata. Kumpulan bebatuan dan ilalang semakin menambah keelokannya. Apalagi kala itu cuaca sedang bagus dan mendukung, pemandangan semakin luar biasa.

Tak terasa trekking pun usai, puas berpetualang di Pulau Rinca, saya lekas melanjutkan petualangan selanjutnya yaitu menuju Pulau Sebayur. Pulau Sebayur berada tepat di perbatasan Taman Nasional Komodo. Pulau ini bisa dicapai dengan menempuh perjalanan laut kira-kira selama setengah jam dari Pulau Rinca ataupun selama kira-kira 1,5 jam dari Pulau Labuan Bajo. Kala itu perjalanan kapal agak cepat, hanya sekitar satu jam kapal sudah merapat di dermaga Pulau Sebayur.

Pulau Sebayur dikenal oleh banyak pelancong sebagai salah satu di antara lokasi menyelam dan snorkeling yang paling bagus di Kawasan Taman Nasional Komodo. Pulau ini disewakan oleh pemerintah kepada pihak asing dalam jangka waktu yang cukup lama, kurang lebih selama 30 tahun, investor asing yang menyewa tanah di Pulau ini membangun fasilitas penginapan yang luar biasa indahnya. Suatu kombinasi yang sempurna, pulau indah yang dikelilingi oleh laut, difasilitasi dengan resor yang menawarkan, laksana sebuah area pantai dan pulau pribadi.

Resor di pulau ini bernama Komodo Resort. Saya tidak menginap di sini. Dari luar, resor sangat terlihat antik sekaligus mewah, masing-masing kamar memiliki sebuah teras pribadi di mana orang bisa menikmati pemandangan laut. saya berpikiran suatu saat nanti ingin bulan madu di sini.

Saya juga merasa puas mengamati keindahan ekosistem penghuni dasar laut, mulai dari koral, terumbu karang, beragam jenis ikan cantik bisa diamati dengan bebas di sini.

Pulau sebayur meninggalkan bekas keindahan yang sampai sekarang masih terbayang di pikiran saya, dari sekian banyak pulau yang saya kunjungi di Indonesia, Pulau Sebayur termasuk menjadi pulau terfavorit bagi saya.

  • Disunting oleh SA 18/03/2014

Pemakaman Unik di Trunyan

$
0
0

Deretan ancak saji
Deretan ancak saji.

Pada jalan-jalan edisi Pulau Bali ini, kami mengunjungi satu desa yang memiliki tradisi pemakaman yang tidak biasa. Lokasi desa ini terletak di Pinggir Danau Batur, Kintamani, Bali.

Berangkat dari hotel jam 10.00 pagi, tujuan kami adalah dermaga perahu Danau Batur. Perahu motor memang transportasi yang digunakan untuk mencapai Trunyan. Ketika kami tiba di dermaga segera berdatangan para pemilik perahu motor yang menawarkan jasa penyeberangan menuju desa.

“Ayo pak nyebrang, mumpung masih siang. Mayatnya juga masih baru ini. Baru dua minggu-an,” ujar salah satu pemilik perahu motor.

Istri saya yang sebelumnya tidak tahu mengenai pemakaman Desa Trunyan kaget dan sedikit takut. Dia bingung kenapa bapak ini menyebut kata mayat. Memang, perjalanan ini saya buat sebagai kejutan untuk istri. Harga paket yang ditawarkan menuju desa Trunyan adalah Rp600.000.

Saya sempat bertanya, “Kok, mahal banget pak harga paketnya?”

“Memang segitu harganya kecuali buat rombongan jadi Rp350.000 per pasangan,” jawab bapak pemilik perahu motor.

Pemandangan dari perahu motor

Pemandangan dari perahu motor
Pemandangan dari perahu motor.

Masih kaget dengan harga tersebut, saya dan istri memutuskan menunggu sebentar mungkin saja ada rombongan jadi kami bisa bergabung dengan rombongan tersebut. Menunggu sekitar 20 menit sambil mata awas melihat ke parkiran berharap ada rombongan datang tapi tetap nihil. Saya mendatangi lagi bapak itu untuk tawar-menawar akhirnya kami sepakat berangkat dengan harga Rp500.000. Saya dan istri berpikir, toh, sudah sampai di sini, agak sayang juga jika kami batal menyebrangi desa Trunyan. Setelah menyelesaikan pembayaran kami diberikan jaket pelampung. Nah, di sinilah muncul lika-liku seru perjalanan. Tiba-tiba muncul dua pasangan lagi yang akan bergabung dengan perahu kami. Kami coba mendatangi bapak tersebut untuk bertanya kalau yang berangkat rombongan berarti kami hanya perlu membayar Rp350.000, tetapi dia bersikeras dengan memberikan penjelasan yang tidak masuk di akal dan berkilah. Sebagai pejalan, memang harus berhadapan dengan hal-hal seperti ini. Tetapi, kami memilih melanjutkan perjalanan.

Tengkorak dan sesajen
Tengkorak dan sesajen.

Mayat di dalam anyaman
Mayat di dalam anyaman.

Perjalanan menyeberang danau disambut dengan dingin angin Gunung Batur. Istri saya musti merapatkan jaketnya karena dinginnya suhu pegunungan. Danau Batur sendiri berwarna coklat agak kehijauan dimana cukup banyak ditemui eceng gondok di perairan danau tersebut. Setelah berlayar 20 menit akhirnya kami merapat ke jeti kayu, dibantu dua orang penjaga pemakaman desa Trunyan. Ada kejadian unik di gerbang pemakaman desa Trunyan, kami diminta untuk membayar retribusi sebesar Rp20.000. Saya menolak membayar biaya ini karena sebelumnya kami dijanjikan tidak perlu membayar apapun lagi setelah membayar biaya boat di dermaga. Dengan sedikit berdebat kedua bapak tersebut akhirnya setuju kalau kami tidak perlu membayar apapun lagi.

Sisa-sisa tulang manusia berserakan (bersama sampah!)
Sisa-sisa tulang manusia berserakan (bersama sampah!).

Tengkorak-tengkorak dijejer rapi
Tengkorak-tengkorak dijejer rapi.

Tibalah kami di gerbang pemakaman Desa Trunyan, suasana mulai terasa agak mistis di mana aroma dupa yang dibakar di depan gerbang sudah menyebar di hidung. Setelah menapaki undakan tangga kami dapat melihat di sebelah kanan kami ada pohon besar. Pohon tersebut mungkin sudah berusia ratusan tahun dan pohon itulah lambang desa ini. “Tarumenyan” adalah nama pohon besar ini. “Taru” berarti pohon dan “menyan” berarti wangi jadi tarumenyan berarti pohon yang wangi. Pohon inilah yang dipercaya menyerap bau dari mayat-mayat yang dimakamkan. Di bawah pohon tersebut dijejerkan tengkorak-tengkorak manusia.

Tengkorak–tengkorak ini adalah mantan penduduk desa yang sudah meninggal dan dimakamkan di sini. Di sebelah kiri undakan tangga dapat dilihat jejeran anyaman bambu yang di dalamnya terdapat mayat-mayat dengan berbagai kondisi bergantung dari lama kematian mayat-mayat tersebut. Waktu kami datang, kami melihat mayat yang masih baru di mana pada mayat tersebut masih terdapat kulit kepala sedangkan di sebelahnya ada mayat lain yang sudah jadi tengkorak. Di dalam anyaman bambu itu mayat-mayat juga dibekali makanan dan minuman kesukaannya ketika hidup di dunia. Anyaman-anyaman bambu inilah makam bagi mayat-mayat di Desa Trunyan. Mayat-mayat tersebut tidak dikuburkan atau di-”aben” tetapi hanya diletakkan begitu saja didalam anyaman bambu. Hal yang menakjubkan memang tidak ada bau sama sekali di pemakaman ini.

Pengunjung dapat bebas berfoto di lokasi ini tetapi tetap perhatikan langkah kaki kita karena mungkin saja kita menginjak potongan tulang manusia, seperti yang dialami Pak Made, pemandu kami di desa Trunyan. Waktu itu kami meminta Pak Made untuk memotret kami berdua dengan latar belakang pohon Trunyan. Anehnya, Pak Made ini tidak mau mundur dari tempat berpijaknya untuk mengambil sudut gambar yang lebih bagus. Heran mengapa Pak Made tidak mau mundur untuk mendapat sudut yang lebih baik saya mendatangi Pak Made untuk mengarahkan ternyata di belakangnya terdapat banyak tumpukan tulang belulang yang mungkin terinjak jika dia lebih mundur lagi.

Setelah melihat-lihat beberapa saat dan mendengar prosesi pemakaman jenazah di Desa Trunyan kami diberitahu bahwa hanya penduduk yang meninggal dengan wajar dan telah dewasa atau anak kecil yang gigi susunya telah tanggal saja yang dimakamkan di sini, atau dikenal dengan nama “Sema Wayah” oleh penduduk sekitar. Sedangkan bayi yang meninggal akan dikuburkan di “Sema Muda”, untuk penduduk desa yang meninggal secara tidak wajar kecelakaan ataupun dibunuh akan dimakamkan di “Sema Bantas”. Ketiga pemakaman tersebut lokasinya berbeda-beda sebagaimana sudah diatur oleh aturan adat di Desa Trunyan. Prosesinya mayat akan dibawa dari desa dengan menggunakan boat dan diikuti keluarga dengan boat yang berbeda. Berbaliklah kami dari Sema Wayah menuju dermaga keberangkatan kami tadi sambil berpikir bahwa Indonesia ini memang unik.

  • Disunting oleh SA 23/04/2014
  • Tips: Jika ingin mengunjungi desa Trunyan, jadikan perjalanannya satu paket dengan Kintamani dan Danau Batur.

Berhemat Pangkal Jalan-Jalan Maksimal

$
0
0

Sampai saat ini banyak yang bertanya bagaimana “berwisata murah ala ransel” atau malah ada juga yang ingin “wisata murah atau nyaris gratis tetapi fasilitas maksimal”. Berwisata murah ala ransel tentu lebih terdengar logis dan sangat bisa diusahakan, tetapi wisata murah atau nyaris gratis dengan fasilitas maksimal? Mungkin perlu pintar-pintar mencari kesempatan promosi, undangan atau dengan “nebeng” keluarga atau teman di tempat tujuan.

Tidak ada formula khusus untuk berwisata murah ala ransel, dan niat berwisata murah bisa saja tiba-tiba pudar ketika kita tidak disiplin pada rencana ketika sampai di tujuan. Namun, ada beberapa kiat yang bisa dilakukan untuk mewujudkannya sebelum, ketika dan setelah perjalanan itu.

Beli tiket transportasi pada hari-hari kerja

Biasanya, tiket-tiket transportasi seperti pesawat, bis dan kereta api akan lebih mahal pada ujung minggu dibanding tengah minggu. Cari keberangkatan hari Rabu atau Kamis dan pulang pada hari yang sama. Resikonya memang kita harus cuti lebih panjang dari kantor, misalnya. Tetapi harga yang didapat bisa lebih murah hampir setengahnya. Jangan lupa juga lihat grafik pergerakan harga tiket pesawat pada bulan-bulan ke depan.

Berkemas ringkas

Sudah seringkali diulas di situs ini maupun di situs-situs lain, berkemas ringkas merupakan kunci wisata murah pengalaman maksimal. Anda tak perlu membayar bagasi berlebih, bisa naik angkutan umum lebih leluasa tanpa harus membayar taksi, lebih cepat bergerak dan mengejar jadwal berikutnya, serta belanja awal lebih murah. Lupakan oleh-oleh.

Menginap di rumah teman atau keluarga

Sewaktu saya ke Hanoi tahun 2009, saya menginap di rumah teman lama di sana. Teman yang orang Vietnam ini justru juga membuat rencana jalan-jalan di kotanya. Selain menghemat uang, saya juga menghemat waktu. Saya cukup membawa oleh-oleh dan sesekali, jika mau, membawakannya makanan dari hasil jalan-jalan atau memasak sesuatu di sana.

Gunakan transportasi umum

Jangan malas untuk mempelajari transportasi umum, apalagi jika hanya jalan-jalan. Kecuali anda mengejar waktu, menggunakan transportasi umum adalah salah satu cara mengenal kultur dan kebiasaan orang lokal.

Bawa air minum sendiri

Dari botol kosong, bawa air minum putih sendiri dari penginapan atau rumah teman. Ini akan menghemat banyak waktu. Isi di jalan.

Beli makanan yang tahan beberapa hari

Contohnya, roti. Roti yang bisa dimakan dua hari dapat jadi cemilan ketika lapar, dan makanan utama juga dapat lebih dihemat jika kita bisa “mencampurnya” dengan roti. Misalnya, beli salad saja, lalu kita makan pakai roti. Atau…

Makan besar 2 kali sehari

Sarapan cukup roti dan gratisan kopi atau teh. Makan siang dan malam bolehlah kita beli di jalan kalau memang kita tak tahan lapar dan fokus perjalanan adalah wisata kuliner.

Jangan beli oleh-oleh

Kedengarannya jahat, tapi minimalisir pembelian oleh-oleh atau tidak sama sekali. Ini akan membuat pengeluaran membengkak. Jika harus, belilah yang ukurannya kecil, murah, banyak dan bisa dibawa di ransel.

Pelajari bahasa lokal

Jika bisa berbahasa lokal seringkali kita bisa menawar harga lebih murah, karena dianggap lebih akrab.

Kontrol diri

Ingat, tidak semua tempat harus dikunjungi dalam satu waktu. Walaupun ada tempat-tempat yang “wajib dikunjungi”, jangan terjebak dengan kecenderungan itu. Setiap perjalanan ke suatu tempat adalah milik Anda sendiri dan percaya naluri Anda. Lebih baik santai dan fokus di dua atau tiga tempat daripada berkeliling enam tempat sekaligus dalam satu hari. Tentunya, ini akan menghemat biaya juga.

Soto Ayam Pak Sungeb, Purwokerto

$
0
0

Barangkali ini pengecualian bagi saya yang tak begitu suka soto.

Soto Ayam Pak Sungeb “Jl. Bank” di Jl. R. A. Wiria Atmaja, Purwokerto, Jawa Tengah, menjadi labuhan kami pada waktu itu setelah turun dari stasiun Purwokerto setelah lima jam perjalanan dari Gambir, Jakarta. Bak Sroto Sokaraja yang berisi daging sapi, soto ayam yang juga cukup populer di Purwokerto ini juga dilengkapi dengan sambal kacang.

Soto Ayam Kampung Pak Sungeb, Purwokerto

Awalnya, saya tak begitu simpatik dengan sambal kacang: Kenapa kacang bisa dijadikan sambal? Apa yang menarik dari sambal kacang? Warnanya coklat, pucat, rasanya pun biasa saja. Terkadang, ternyata, kacang menjadi tekstur yang menarik. Rasanya tidak sehebat sambal lain yang benar-benar terbuat dari cabai dan bawang, atau olahan terasi dan udang. Tidak begitu nendang, kata orang.

Melihat kualitas soto kebanyakan yang persentase kuahnya hingga 50%-60%, dilimpahi oleh tauge dan pelengkap seadanya, saya sedikit senang melihat isi soto yang cukup memenuhi mangkok ukuran sedang yang bisa digenggam kedua telapak tangan itu. Isinya suwiran ayam kampung, ketupat, taoge, daun bawang, taburan bawang goreng, dilengkapi kerupuk mi dan kerupuk warna. Suwiran ayamnya istimewa, warnanya kecoklatan seperti daging bebek. Kuahnya manis berkaldu. Dipadu dengan samnbal kacang, teksturnya terasa lebih kaya.

Jangan tertipu dengan nama “Soto Ayam Jl. Bank”, karena jalan aslinya adalah Jl. R. A. Wiria Atmaja — disebut demikian, mungkin karena ada museum bank di jalan yang sama. Sudah turun-temurun dikelola sejak 1958.

Memburu Salju Musim Gugur (Bagian 1)

$
0
0

Toko peta tua di Gamla Stan
Toko peta tua di Gamla Stan.

Beberapa perjalanan udara, darat dan air membawa saya ke kota keberangkatan: Stockholm, Swedia, kota berpenduduk 1,2 juta jiwa. Musim gugur berarti kunjungan turis mengalami penurunan, sebelum melonjak lagi pada musim dingin yang sudah di pelupuk mata. Bis yang membawa saya dari Kopenhagen, Denmark itu berhenti di Cityterminalen pada waktu subuh. Hari sangat gelap, suhu dan angin menusuk dan menembus kulit. Hitungan suhu pun masih dianggap relatif “hangat” dengan kisaran 0-10°C, tetapi tentu ini sama sekali tidak hangat buat saya dan mereka yang berasal dari negara tropis.

Saya lihat dompet. Beruntung, saya sempat menukarkan sisa krona Denmark ke krona Swedia. Setelah mampir ke Pressbyrån, sebuah toko kecil serba ada, sarapan roti isi dan segelas susu hangat melegakan tubuh yang kelaparan ini. Jadwal selanjutnya, mencari hostel di bilangan Södermälarstrand, daerah yang cukup sentral di kota Stockholm. Perjalanan dengan kereta bawah tanah untuk satu zona mencabai 40 krona Swedia atau sekitar Rp52.000,-. Tarif ini relatif lebih mahal jika dibandingkan dengan negara-negara maju lain seperti Jerman atau Amerika Serikat. Apalagi setelah menyadari ternyata jarak yang ditempuh cukup dekat, hanya sekitar tiga stasiun. Beberapa pertanyaan dan salah jalan berikutnya, sampailah saya di hostel yang dibangun dari kapal bermesin uap yang sudah dinon-aktifkan, tetapi masih mengapung di dermaga.

Sejauh mata memandang dari dalam “dek” hostel, saya melihat lanskap kota di seberang teluk Riddarfjärden: Stadshuset, dewan kota dengan menara bermahkotakan simbol negara, The Three Crowns. Central Station mendampingi di sebelah timurnya, dengan latar distrik Norrmalm, pusat kota modern Stockholm saat ini. Setelah itu, pandangan dengan mudahnya beralih ke bangunan- bangunan tua di Gamla Stan, atau secara harfiah berarti “kota tua”.

Sudut jalan Gamla Stan yang romantis
Sudut jalan Gamla Stan yang romantis.

Jika biasanya kota-kota di dunia hanya memiliki marka “semu” yang memisahkan daerah- daerahnya, maka Stockholm memiliki marka yang nyata: air. Kota ini terdiri dari sekian pulau yang dihubungkan oleh jembatan. Gamla Stan terletak di jantungnya, di sebuah pulau kecil yang menjadi cikal bakal kota Stockholm lebih 700 tahun yang lalu. Tak ubahnya seperti Kota Tua di Jakarta, Gamla Stan memiliki banyak sekali struktur bangunan yang masih mempertahankan keasliannya sejak zaman pertengahan. Tataletak jalan-jalannya pun masih menyerupai zaman itu, organik, seperti labirin dan sempit. Tak semua jalan itu bisa dilalui kendaraan bermotor, selain karena daerah konservasi, kebanyakan juga terlalu sempit untuk dilalui. Adalah mudah untuk tersasar di Gamla Stan, namun mudah juga untuk menikmatinya. Beberapa jalan utama padat sekali turis, tapi banyak jalan-jalan “tikus” yang membawa kita ke sisi “halaman belakang”. Beberapa ruas jalan memang memiliki kesan sebagai “tourist trap”, sisi lebih menarik justru jika kita berjalan menyusuri bagian- bagian yang lebih tersembunyi. Tiba-tiba, akan ada toko buku kecil yang menjual buku-buku fiksi berbahasa Swedia maupun Inggris. Di sisi lain, ada toko yang menjual peta dan gambar kuno. Jika jeli, akan ada restoran yang terletak cukup tersembunyi yang menawarkan pengalaman kuliner lebih autentik dan tenang karena jauh dari hiruk-pikuk para turis. Jika Anda ingin mencoba köttbullar, sajian gilingan daging (bakso) ala Swedia yang dilengkapi dengan kacang polong dan kentang tumbuk, coba sambangi salah satu tempat makan di sini, walau mungkin bukan dalam harga yang terbaik.

Gamla Stan
Gamla Stan.

Stockholm menobatkan dirinya sebagai ibukota budaya dari Skandinavia, sebuah wilayah yang mencakup Denmark, Norwegia dan Swedia. Banyak hal membuktikan vonis ini. Stockholm memiliki lebih dari 100 museum, tersebar di berbagai penjuru kota. Rasanya tak salah jika dikatakan penduduk Stockholm punya obsesi terhadap museum, karena hampir setiap topik atau tema dijadikan museum! Di Stadmuseum contohnya, ada pameran temporer mengenai apa isi dapur penghuni kota Stockholm, sampai studi material yang digunakan dalam interior dapur. Berbagai topik menarik disajikan di masing-masing institusinya: maritim, seni abad pertengahan dan kontemporer, musik, militer, sejarah, nautika, anak-anak, biologi, alam, Nobel sampai museum terbuka (bayangkan Taman Mini Indonesia Indah).

Pulau Djurgården, salah satu tujuan utama di Stockholm, merupakan pintu dari Kongligen nationalstadsparken, atau Royal National City Park di mana terdapat sekitar 20 museum. Saya sempatkan menikmati beberapa museum di pulau ini, terutama Vasamuseet, sebuah museum yang menunjukkan betapa dekat masyarakat Swedia dengan kultur maritim. Tema utama museum ini adalah sebuah kapal perang dari zaman pertengahan yang dievakuasi dari perairan kota. Raja Swedia pada saat itu, Gustavus Adolphus (1594–1632), pernah memerintahkan anak buahnya untuk membuat beberapa kapal perang besar yang bertujuan menegaskan eksistensi kekuatan kerajaan Swedia di negara-negara Laut Baltik. Ketika itu, Swedia sedang gencar-gencarnya berperang dengan Polandia, dan merasa cemas dengan perkembangan Perang Tiga-Puluh Tahun di Jerman. Selain itu, Swedia juga merasa was-was dengan musuh bebuyutannya, Denmark, yang dikhawatirkan akan mendominasi lalu lintas di daerah Baltik. Salah satu kapal utama, dan yang paling kuat direncanakan dinamakan Vasa, akan memimpin empat kapal lain. Kapal Vasa adalah kapal paling besar, namun pada hari perdana berlayar, 10 Agustus 1628, kapal ini tenggelam prematur tak jauh dari pulau Djurgården setelah memulai pelayaran dari tempat pembuatannya di Skeppsgarden, dekat Gamla Stan. Dugaannya, kapal ini tenggelam karena konstruksi tubuh kapal yang kurang baik, serta beban yang tidak mencukupi. Kapal menjadi tidak stabil dan terpaan angin mengakhiri riwayatnya. Sedihnya, sebagian besar personilnya juga terpaksa mengakhiri hidupnya.

Vasa Museum
Vasa Museum, tempat melihat kapal-kapal Viking tua.

Dua jam di museum ini membuat saya mengapresiasi bagaimana masyarakat Swedia menghargai sejarahnya, dan yang lebih penting lagi, memonumenkan kesalahan manusianya. Siapakah dari kita yang mau memuseumkan kesalahan untuk belajar dari kesalahan itu?

Walaupun belum puas berkeliling Stockholm, perjalanan harus saya lanjutkan dengan agenda utama: petualangan kereta api memburu salju musim gugur. Menumpang kereta malam, saya berangkat ke Östersund, sebuah kota di negeri Jamtland, sekitar tujuh jam perjalanan ke arah barat laut Stockholm.

  • Artikel ini pernah dimuat di Yahoo! Indonesia Travel tahun 2011, tetapi karena sudah tidak bisa ditemukan lagi, maka saya tulis ulang di sini. Semoga berkenan!

“Live on Board” di Komodo

$
0
0

Gili Lawa Laut dari atas pulau Rinca
Gili Lawa Laut dari atas pulau Rinca

Tujuan perjalanan saya ke Komodo sangat jelas. Live on board (tinggal di kapal) selama lima hari dan menyelam 15 kali. Perjalanan kali ini telah direncanakan dengan matang oleh saya dan delapan orang teman sejak bulan November 2013. Kami sengaja memilih akhir Maret sampai awal April 2014 sebagai agenda perjalanan kami mengingat curah hujan rendah di daerah Nusa Tenggara Timur pada bulan itu. Awalnya saya berpikir di akhir Maret, Komodo akan bersemi hijau dan saya tidak mungkin bertemu dengan savana cokelat indah khas Komodo yang terkenal. Ternyata salah. Komodo di bulan Maret justru menghadirkan gabungan antara savana dan “musim semi” yang baru mulai.

Trekking di Pulau Rinca
Trekking di Pulau Rinca

Saya dan teman–teman terbang paling pagi dari Denpasar ke Labuan Bajo. Sampai di sana kami disambut udara panas dan matahari terik khas timur Indonesia . Setelah makan siang, kami bertemu dengan tur operator kami, CnD, sebelum akhirnya bertolak ke kapal KM. Embun Laut menggunakan kapal kecil.

Menikmati Pantai Mawan
Menikmati Pantai Mawan

Mengejar matahari terbenam
Mengejar matahari terbenam

Pemilik KM. Embun Laut sekaligus instruktur selam CnD bernama Condo Subagio atau Pak Condo. Kapal tiga level ini dulunya kapal kargo yang kemudian “disulap” oleh Pak Condo menjadi kapal wisata. Terdiri dari lima kamar tamu, dua kamar mandi, Embun Laut mampu mengakomodasi hingga 10 orang tamu. Meskipun lebih populer sebagai tur menyelam, CnD juga menyediakan jasa bagi mereka yang tidak melakukan penyelaman.

Komodo terdiri dari 17 pulau besar dan kecil. Pulau besarnya hanya Pulau Rinca dan Komodo. Di dua pulau inilah habitat utama Komodo. Kami menyempatkan berkunjung ke kantor Taman Nasional Komodo di Pulau Rinca dan melakukan trekking, melihat pemandangan Gili Lawa Laut dari atas. Ditemani dua jagawana (forest ranger), trekking siang kami menyenangkan dan informatif. Cerita seputar Komodo si kadal besar begitu menarik. Misalnya, Komodo berenang untuk menyeberang dari pulau satu ke lainnya. Mereka menutup lubang hidung dengan lidah mereka yang panjang bercabang sembari berenang.

Penyelaman kami di Komodo berjalan lancar. Kami puas melihat biota laut luar biasa seperti manta ray, ikan napoleon, black tip dan white tip shark, serta beragam karang (coral reef) yang kaya. Kami menyelam ke satu goa kecil dimana konon ikan–ikan berenang terbalik di dalamnya. Tidak hanya di atas permukaan laut, di bawah lautpun Komodo benar-benar indah.

Matahari terbenam
Matahari terbenam

Berkunjung ke Komodo belum lengkap tanpa berjemur di pantai dengan pasir kemerahan. Kami dibawa ke Pantai Mawan dan menikmati pantai itu untuk kami sendiri. Mewah. Sehari sebelum kembali ke Labuan Bajo, kami trekking ke pulau tak berpenghuni demi mengejar matahari terbenam. Langit bersih Komodo memang benar – benar juara! Pagi hari biasanya langit kemerahan ungu, siang hingga sore biru cerah, malam hari penuh puluhan rasi bintang. Liburan kami di Komodo sukses membuat kami semua tidak ingin pulang. Saya sendiri ingin kembali lagi ke Komodo suatu hari nanti. Semoga.

  • Disunting oleh SA 16/06/2014

Menyentuh Hati Pejalan dengan “The Changi Experience“

$
0
0

Bandara Internasional Changi di Singapura adalah hub udara terbesar di Asia Tenggara, dan salah satu yang terbesar di Asia. Menghubungkan lebih dari 270 kota di 60 negara, bandara ini menawarkan maksimum waktu transfer 60 menit untuk perjalanan transit. Bagi pejalan ransel, juga ditawarkan program Changi Connects yang membuat transfer penerbangan dari dan ke penerbangan hemat biaya tanpa harus melewati imigrasi atau harus mengambil bagasi mereka dulu. Efisiensi perjalanan penerbangan adalah kunci di bandara ini.

Arsitektur dan interior yang menawan sepanjang hari
Arsitektur dan interior yang menawan sepanjang hari

Bandara Changi dari menara
Bandara Changi dari menara

Bandara Changi di malam hari
Bandara Changi di malam hari

Tidak heran, sejak dibuka, bandara ini telah memenangi lebih dari 460 penghargaan “Best Airport” atau bandara terbaik di dunia, salah satunya “Best Airport in the World” versi publikasi Business Traveller’s selama 26 tahun berturut-turut. Skytrax, penghargaan aviasi bergengsi di dunia juga memberikan Changi titel “World’s Best Airport” selama lima kali, terakhir tahun 2014.

Jika pun anda ingin menghabiskan waktu untuk transit yang lebih panjang, bandara ini menawarkan banyak hal untuk dilakukan dan dilihat. Banyak fasilitas relaksasi, arena hiburan, lima taman-taman tematik dan layanan internet gratis di 550 kios di seluruh terminal. Mereka yang punya waktu transit lebih panjang (minimal lima jam) dapat mengikuti tur gratis keliling kota Singapura selama dua jam ke Merlion, Marina Bay Waterfront Promenade, Chinatown dan Little India. Mereka yang melakukan perjalanan dengan keluarga pun akan merasa dimanjakan dengan berbagai fasilitas yang ramah keluarga, seperti ruang ganti popok bayi, travelator dan ruang tunggu yang besar dan nyaman untuk stroller bayi.

Kios internet gratis
Kios internet gratis

Selain area publik yang bisa dinikmati kapan saja, anda juga bisa mencoba fasilitas Slide@T3, luncuran tertinggi di Singapura, lalu mempelajari dunia aviasi secara menyenangkan di Changi Aviation Gallery, yang memamparkan sejarah operasional bandara ini.

Slide@T3
Slide@T3

Changi Airport memiliki tiga terminal dengan kapasitas tahunan total 66 juta penumpang. Terminal 1 dibuka tahun 1981, terminal 2 tahun 1990 dan terminal 3 tahun 2008. Ada dua landasan sepanjang empat kilometer. Pesawat lepas landas setiap 90 detik sekali. Bayangkan.

Terminal 1 baru saja direnovasi tahun 2012 untuk melayani penumpang lebih baik lagi. Konsep yang diusung dalam renovasi ini adalah membuat terminal menjadi replika “kota tropis”. Terminal ini juga memiliki kolam renang di atapnya yang menghadap ke landasan, alasan yang sempurna untuk menunggu pesawat anda selanjutnya. Anda juga bisa bersantau di jacuzzi atau berolahraga di pusat kebugaran.

Terminal 2 mengusung konsep modern dengan tetap memperhatikan penghijauan dan pencahayaan alami.

Terminal 3 mengusung arsitektur atap yang unik, yang memperhatikan pencahayaan alami dan sirkulasi udara yang baik sehingga terminal ini lebih ramah lingkungan.

Di terminal-terminal tersebut kita juga dapat mendapatkan fasilitas pijat seluruh tubuh, manikur-pedikur, potong rambut, gym, fasilitas mandi dan ruang tunggu eksklusif (lounge) yang dapat dibayar tanpa harus memiliki keanggotaan tertentu. Selain itu, jika anda mengantuk dan butuh istirahat, ada tempat istirahat (napping areas) yang tenang dan dapat dinikmati gratis. Selain itu, ada juga hotel transit yang bisa disewa singkat jika ingin privasi lebih.

Pilihan berbelanja di sepanjang koridor terminal
Pilihan berbelanja di sepanjang koridor terminal

Kolam renang di terminal berpemandangan landasan
Kolam renang di terminal berpemandangan landasan

Konsep “kota tropis” kelihatan di hampir semua terminalnya, dibuktikan dengan berbagai tanaman dan kebun yang ada di sekitarnya. Ada taman tematik yang bisa kita nikmati di setiap terminal, antara lain “Cactus Garden” (Terminal 1), “Enchanted Garden”, “Orchid Garden” dan “Sunflower Garden” (Terminal 2) dan “Butterfly Garden” (Terminal 3).

Taman dalam bandara
Taman dalam bandara

Ruang dan sofa bersantai
Ruang dan sofa bersantai

Tempat beristirahat
Tempat beristirahat

Mereka yang datang di sela-sela perjalanan bisnis, dapat menikmati Business Centre sekiranya membutuhkan layanan pencetakan, fotokopi, faks dan pengiriman dokumen. Tersedia juga Transit Hotel, Ambassador Transit Lounge dan Rainforest Lounge untuk beristirahat atau bekerja dengan tenang. Jika kehabisan baterai ponsel atau tablet anda, jangan khawatir. Ada 856 titik pengisian ulang baterai di semua terminal yang dapat dinikmati gratis.

Ambassador Transit Hotel
Ambassador Transit Hotel

Ada lebih dari 350 toko di terminal-terminal di sini baik di luar ruang keberangkatan maupun di dalamnya untuk memberikan kesempatan berbelanja yang nyaman dan maksimal, dengan harga yang kompetitif. Lapar? Jangan lewatkan 120 outlet makanan dan minuman di seluruh terminal, termasuk sebuah pujasera yang dikunjungi warga Singapura setiap harinya hanya untuk makan.

Ketika saya pergi ke sana dan transit selama enam jam beberapa saat lalu, saya juga menikmati teater film gratis yang dioperasikan 24 jam dan memutarkan film-film blockbuster bergantian. Bagi yang suka game, ada ruang permainan yang menawarkan console game. Yang suka musik dapat pergi ke sudut musik. Yang ingin nonton televisi, tersedia ruang televisi. Tidak akan kehabisan opsi untuk menghibur diri.

Nonton film gratis
Nonton film gratis

Ruang istirahat yang bisa disewa untuk privasi dan istirahat maksimal
Ruang istirahat yang bisa disewa untuk privasi dan istirahat maksimal

Lebih detil lagi mengenai Transit Hotel, mereka terletak di area Departure Transit di semua terminal. Khusus Ambassador Transit Hotel dilengkapi fasilitas lebih banyak seperti wake-up call service, televisi, kamar mandi di dalam dan teh/kopi gratis. Jika ada kamar kosong, maka anda bisa menikmati kamar yang menghadap ke landasan dengan jendela besar. Asyik, kan?

The Kinetic Rain
The Kinetic Rain

“The Changi Experience” tidak hanya fokus pada kenyamanan dan kelancaran perjalanan penggunanya, tetapi juga sensory experience atau pengalaman indera. Tidak sekedar dekorasi, tapi juga esensi dari bandara itu sendiri. Beberapa instalasi seni ditampilkan di sini, antara lain “Kinetic Rain” yang terdiri dari 1.216 “tetesan” yang dibuat dari perunggu, digantung, dan digerakkan oleh komputer membentuk 16 bentuk yang berbeda, seperti pesawat terbang, balon udara dan layang-layang. Selain itu, beberapa seni patung dan instalasi juga ditampilkan di berbagai sudut terminal.

Rencana ke depan

Tahun 2017, Bandara Internasional Changi akan membuka Terminal 4 yang dirancang untuk melayani penerbangan full service dan penerbangan hemat biaya. Terminal ini menggantikan Terminal Budget yang sudah tidak operasional lagi. Tentunya, Terminal 4 akan jauh lebih berkelas dari Terminal Budget, dan akan dihubungkan dengan jembatan pejalan kaki dari terminal-terminal lainnya. Terminal 4 diharapkan dapat menampung 16 juta penumpang tiap tahun dengan luas setara 27 lapangan sepak bola.

Itu sajakah? Nanti dulu — Bandara Internasional Changi juga sudah merencanakan pengembangan Terminal 1 yang dinamakan “Project Jewel”. Lokasinya ada di depan Terminal 1, dan merupakan kompleks mixed use yang akan menawarkan fasilitas-fasilitas yang memanjakan penumpang. Fitur utamanya adalah taman di dalam banguann yang lebih besar dari taman-taman lain di Changi. Dirancang oleh arsitek Marina Bay Sands, Moshe Safdie, bangunan ini didesain untuk menjadi ikon Changi yang baru dan diperkirakan selesai 2018. “Project Jewel” dibuat khususnya untuk memanjakan penumpang transit yang diperkirakan sampai 30% total pengunjung ke Changi. Dengan “Project Jewel”, kapasitas penumpang di Changi diperkirakan meningkat hingga 85 juta orang per tahun pada tahun 2018.

"Project Jewel"
Project Jewel

Terminal 5 juga akan dibangun di tanah luas di sebelah timur terminal-terminal yang sudah ada, dan ukurannya adalah gabungan dari Terminal 1, 2, 3, 4 dan Project Jewel. Kabarnya, Terminal 5 akan menjadi terminal terbesar di dunia dan melayani 50 juta penumpang setiap tahunnya.

JetQuay Terminal

Salah satu yang kita tidak tahu dari Changi adalah keberadaan JetQuay CIP (Commercially Important Person) Terminal. JetQuay ini adalah terminal elit bagi para penumpang yang ingin layanan eksklusif. Dengan membayar tarif tertentu, kita dapat menikmati penjemputan dari rumah atau hotel dengan mobil mewah, diantara ke terminal elit yang terpisah dari terminal umum, dilayani seperti raja dengan makanan dan minuman serta ruang istirahat, serta check-in dan layanan imigrasi khusus. Ketika pesawat berangkat, kita akan diantar dengan buggy car ke pintu keberangkatan. Cocok untuk mereka yang ingin privasi lebih, misalnya ketika bulan madu, perjalanan keluarga atau yang punya pesawat pribadi (mana tahu, ya?).

Ruang tunggu eksklusif di JetQuay CIP Terminal
Ruang tunggu eksklusif di JetQuay CIP Terminal

Mobil antar-jemput JetQuay CIP Terminal
Mobil antar-jemput JetQuay CIP Terminal

Indonesia dan Changi

Indonesia adalah pasar utama Bandara Internasional Changi. Penerbangan Jakarta – Singapura adalah penerbangan dengan trafik terbesar, diikuti Bangkok, Kuala Lumpur, Hong Kong dan Manila. Indonesia adalah negara ke-3 terbesar yang memasok penumpang ke bandara ini, baik untuk tujuan akhir maupun transit. Sebaliknya, Singapura menyumbang jumlah pengunjung yang besar ke Indonesia tahun 2013 saja, sekitar 6.4 juta pengunjung, semuanya melalui bandara Changi.

Hebatnya lagi, pengunjung berkewarganegaraan Indonesia ada dalam posisi ke-3 dilihat dari jumlah transaksi belanja di bandara.

The Changi Experience

The Changi Experience” adalah konsep yang menurut saya sangat menarik. Lazimnya, kita melihat bandara secara fungsional saja. Fasilitas untuk menunggu naik pesawat dan tiba dari tujuan lain. Bandara Internasional Changi melihatnya dari sisi yang berbeda: bandara adalah sebuah pengalaman, sebuah destinasi dalam dirinya sendiri. Ia adalah oasis bagi musafir — sebaik-baiknya tuan rumah adalah mereka yang melayani musafir sebaik mungkin. Inilah barangkali yang membuat Bandara Internasional Changi berkomitmen untuk melayani pengunjung dengan sebaik-baiknya.

Sampai jumpa di perjalanan Changi berikutnya!

Hat Yai, Pesona Thailand Selatan

$
0
0

Tepat jam enam pagi, pintu imigrasi Bukit Kayu Hitam dibuka. Bukit Kayu Hitam yang terletak di negara bagian Kedah ini, merupakan salah satu pintu perbatasan Malaysia dengan Thailand. Kami berdua pun mengantri untuk mendapat cap keluar dari Malaysia di paspor saya.

Pagi ini cuaca cukup dingin. Kamipun bergegas masuk kembali ke dalam bis. Setelah semua penumpang masuk ke dalam bis, bis pun melaju ke arah Sadao, gerbang imigrasi Thailand selatan. Jarak imigrasi Malaysia dan Thailand adalah sekitar 500 meter. Di antara jarak tersebut, di sisi kiri nampak Kedai Bebas Cukai yang telah buka. Di bagian kanan merupakan markas Tentera Darat Diraja Malaysia atau Angkatan Darat Malaysia.

Pemandangan Kota Hat Yai.
Pemandangan Kota Hat Yai.

Tidak sampai lima menit, kita telah sampai kantor imigrasi Sadao, Thailand. Kondektur bis meminta semua penumpang untuk turun dan membawa barang bawaan. Sambil menenteng ransel kecil, saya pun turun untuk mengantri. Setiap warga asing yang akan masuk Thailand, akan diambil foto wajahnya melalui kamera yang terdapat di depan petugas imigrasi. Di paspor, terdapat cap dan tanda mendapatkan 15 hari untuk masa tinggal di Thailand. Berbeda dengan visa yang didapatkan melalui bandara, akan mendapatkan 30 hari masa tinggal. Lalu, saya memasukkan ransel saya ke dalam mesin pemindai.

Kemudian saya mencari bis yang saya tumpangi dari Golden Mile Complex Singapura di tempat parkir. Untuk kedua kalinya saya pergi ke Hat Yai setelah dua bulan sebelumnya, saya mengunjungi Hat Yai melalui Penang. Perjalanan yang tidak terlalu melelahkan. Berangkat dari Singapura pukul enam sore, sehari sebelumnya. Sampai di imigrasi Bukit Kayu Hitam sekitar pukul dua pagi. Ada waktu untuk beristirahat di dalam bis. Lumayan lelap tidur saya rupanya.

Sambil menunggu, saya pun melihat suasana sekitar imigrasi Sadao. Dibanding dengan Malaysia, Sadao tampak lebih kotor dan semrawut dibandingkan dengan suasana Bukit Kayu Hitam tetangganya.

Saya pun memundurkan jam tangan saya satu jam, mengingat waktu Thailand adalah satu jam lebih lambat dari Malaysia. Waktu di Thailand sama dengan Waktu Indonesia Bagian Barat.

Setelah penumpang memenuhi tempat duduknya kembali, bis melaju ke arah Hat Yai. Saya pun melanjutkan tidur kembali. Masih mengantuk rupanya.

Saya terbangun ketika bis memasuki kota Hat Yai. Hat Yai sendiri merupakan kota terbesar di provinsi Songkhla. Meskipun bukan sebagai ibukota provinsi Songkhla, namun Hat Yai lebih dikenal dibanding ibukotanya sendiri, Songkhla.

Bis berhenti di agen tempat penjualan tiket bis. Setelah turun dari bis, saya menanyakan ke petugas mengenai jam keberangkatan bis ke Singapura esok hari. Ternyata bis akan berangkat pukul 12 siang. Saya dan teman saya berkeliling mencari hotel untuk menginap semalam. Setelah menanyakan harga kamar ke beberapa hotel, akhirnya kami mendapatkan hotel yang cukup murah, yang terletak di depan agen bis.

Ternyata, waktu check in di hotel saya menginap adalah pukul 12 siang. Jam di tangan saya menunjukkan waktu delapan pagi. Kami bergegas mencari restoran halal di seputar hotel untuk sarapan. Sangat mudah mencari restoran halal di Hat yai. Banyak komunitas muslim Thai atau Melayu di kota ini.

Setelah selesai sarapan, kami mencari kendaraan yang bisa kami sewa untuk keliling Hat Yai. Ternyata tidak ada tempat persewaan sepeda motor. Yang ada hanyalah sewa mobil sedan ber-AC plus supir termasuk bensin seharga 900 baht (sekitar Rp282.000,-) untuk enam jam atau mobil bak tertutup (menggunakan terpal) sebagian di bagian belakang dengan sopir dan bensin seharga 800 baht (sekitar Rp250.000,-) untuk delapan jam. Pilihan kami jatuh ke alternatif pertama.

Setelah 15 menit menunggu, mobil sedan pilihan kami datang. Berhubung waktu kami hanya enam jam, maka kami memilih tempat wisata yang populer di kalangan wisatawan. Supir yang mendampingi kami tidak dapat berbahasa Inggris, namun bisa berbahasa Hokkian dengan baik. Syukur sekali, teman saya dapat berbahasa Hokkian dengan baik juga, sehingga komunikasi dapat berjalan dengan baik.

Wat Hat Yai Nai.
Wat Hat Yai Nai.

Pilihan pertama kami adalah mengunjungi Wat Hat Yai Nai. Patung Buddha tidur ini bernama Phra Phuttha Hattha Mongkho dan diyakini sebagai patung Buddha tidur terbesar ketiga di dunia. Suasananya sangat sepi, hanya kami berdua yang datang. Seorang wanita langsung menghampiri kami sambil membawa hio, dia menanyakan apakah kami akan berdoa. Teman saya hanya bilang bahwa kami ingin melihat-lihat kuil saja. Setelah melihat lihat suasana kuil dan mengambil beberapa foto, kami bergegas untuk pergi ke tempat lainnya. Wanita tadi menghampiri kami kembali untuk mengajak kami masuk ke dalam ruangan yang berada tepat di bawah patung Buddha tidur, namun kami menolak.

Kami melanjutkan perjalanan menuju Laem Samila atau Pantai Samila. Di pantai ini terdapat patung putri duyung berwarna emas. Awalnya, pantai ini tidak ada patung putri duyung, hingga akhirnya di tahun 1966, seorang seniman dari Bangkok membuat patung yang terbuat dari perunggu dan dicat warna emas. Banyak wisatawan termasuk kami berdua berfoto di patung ini. Akhirnya, patung putri duyung ini menjadi ikon pantai Samila.

Pantai Samila dengan pasir putih ini sangatlah bersih dengan ombak yang tenang. Selain patung putri duyung, ada patung lain yang terdapat di pantai ini, yakni patung tikus dan kucing. Kedua patung ini menceritakan legenda asal usul daerah Songkhla. Sementara itu, ada patung pria yang sedang membaca buku sambil menyilangkan kaki.

Kami sempat belanja cinderamata di pantai ini. Harga-harga cinderamata termasuk murah untuk ukuran tempat wisata di sini, kami baru mengetahui ketika pada malam harinya kita berbelanja cinderamata di Hat Yai.

Selanjutnya, supir kami menyarankan untuk masuk ke dalam Songkhla Aquarium. Kami sempat melihat suasananya dan kami memutuskan untuk tidak masuk. Kami pikir Sea World di Ancol jauh lebih cantik.

Perjalanan berlanjut tak jauh dari pantai Samila maupun Songkhla Aquarium, kami ingin melihat bukit Tang Kuan. Yakni kuil Relic Buddha yang terdapat di atas bukit. Dengan membayar tiket 60 baht (sekitar Rp18.800,-) per orang pulang-pergi, kami harus menunggu lif atau kereta yang membawa kami ke atas bukit. Bentuk lif ini mirip seperti tram yang berada di Penang Hill, Malaysia—hanya dalam skala lebih kecil.

Selama menunggu, seorang fotografer membidik kami, sambil menyuruh kami untuk tersenyum.

Sekitar 15 menit kemudian, kami masuk ke dalam lif ini, yang berdaya tampung sekitar 20 orang. Untuk yang takut ketinggian, disarankan tidak melihat kaca bagian belakang. Sekitar satu menit kemudian, kami mencapai puncak bukit Khao Tang Kuan. Saat akan keluar dari bangunan lift, lagi-lagi seorang fotografer meminta kami untuk tersenyum. “Klik!”, kami pun difoto lagi.

Untuk mencapai puncak bukit, tidak hanya menggunakan lif, kita bisa mencapai lewat jalan setapak. Namun, dengan cuaca panas seperti ini, saya tidak menyarankan anda melakukannya.

Dari atas bukit, kita dapat melihat kota Songkhla maupun Danau Songkhla, termasuk Pantai Samila. Setelah berfoto sana-sini, kamipun memutuskan untuk turun.

Sesampai di lobi bawah, pengunjung digiring untuk melihat hasil jepretan fotografer mereka. Ternyata, foto kami dicetak di piring kecil dengan peyangga. Kami tidak ambil, karena satu piring di hargai 200 baht (sekitar Rp62.800,-), mahal sekali buat kami.

Saat kami keluar, kami melihat penjual es serut. Mirip es campur atau es teler. Cukup membayar 20 baht (sekitar Rp6.280,-) per mangkok. Lumayan untuk mendinginkan tenggorakan yang kering akibat panasnya cuaca.

Perjalanan selanjutnya adalah menuju danau Songkhla. Di tengah danau terdapat Pulau Ko Yo. Pulau ini tidak seberapa luas, untuk mencapainya harus melewati jembatan Tinsulanond.

Perjalanan sendiri memakan waktu 30 menit, karena supir sempat salah jalan, sehingga kami harus berputar putar untuk mencari jalan kembali.

Tak lama, kami sudah mencapai jembatan Tinsulanond. Jembatan ini sangat bagus dan kelihatan kokoh. Penduduk Ko Yo sangat mengandalkan jembatan ini untuk mencapai daratan utama. Mereka tidak perlu menggunakan kapal feri lagi seperti dulu.

Saat mencapai pulau Ko Yo, kami melihat di sisi kiri jalan, adanya patung tidur Buddha yang terbuka. Nampak baru selesai dibangun, karena banyak sisa puing di sana sini.

Kami memutuskan untuk kembali kota Hat Yai, karena kami berdua merasa ngantuk dan capek sekali. Di dalam mobil, kami langsung terlelap dengan hembusan AC yang dingin. Keluar dari jembatan Tinsulanond, tiba-tiba hujan deras mengguyur kota Songkhla. Kami tidak bisa membayangkan, seandainya kami menyewa mobil bak terbuka, bisa-bisa kami malah kehujanan dan masuk angin.

Tidak terasa enam jam telah berlalu, dan kami pun sampai di hotel di mana kami akan tinggal. Ya, Hat Yai cukup besar sebagai kota yang bukan ibukota provinsi. Banyak hotel berbintang dan beberapa pusat perbelanjaan.

Banyak wisatawan yang berkunjung ke Hat Yai ini, meski untuk perjalanan pada hari yang sama maupun yang tinggal menginap semalam seperti kami. Ingin meluangkan waktu di Hat Yai? Tidak ada salahnya mencoba.

  • Disunting oleh SA 28/11/2012

Dari Bawah Laut Hingga Atas Bukit Pulau Kanawa

$
0
0

Bar saat senja
Bar saat senja

Perahu saya berlabuh setelah perjalanan dua hari satu malam mengelilingi Pulau Komodo dan pulau-pulau sekitarnya, di sebuah pulau kecil yang sudah disulap menjadi resort sederhana dengan pemandangan yang luar biasa bernama Pulau Kanawa. Menginjakkan kaki di Pulau Kanawa sekitar jam dua siang, tubuh terasa tidak sabar untuk segera melihat apa yang tersembunyi di perairan sekitar pulau ini.

Bawah laut Pulau Kanawa begitu memanjakan mata saya. Kegiatan snorkeling saya mulai dari dermaga yang berada di utara pulau lalu berlanjut menuju ke arah barat. Berbagai koral dan ikan yang beraneka warna menemani sepanjang kepakan kaki di permukaan laut. Petualangan bawah laut ini berawal dari sambutan rombongan ikan menuju laut lepas, ikan nemo yang malu-malu bersembunyi dibalik koral, dan berakhir dengan bertemunya saya dengan penyu yang berenang santai, tenang, dan bebas. Hingga tak terasa saya sudah berenang cukup jauh hingga ke bagian barat pulau ini.

Pesisir pantai Pulau Kanawa
Pesisir pantai Pulau Kanawa

Restoran outdoor
Restoran outdoor

Setelah lelah snorkeling dan badan yang kering dengan sendirinya, saya menghabiskan sore dengan membaca buku di hammock yang berada di samping dermaga. Di pantai sebelah utara pulau ini dengan mudahnya terlihat bayi ikan hiu yang berenang di pinggir pantai menemani pengunjung yang menghabiskan waktu tidur sore di pantai yang sepi ditemani angin semilir yang menjemput tenggelamnya matahari.

Malam hari dihabiskan dengan makan malam di restoran yang ada di pulau dengan tiga bagian restoran yaitu dalam ruangan, luar ruangan yang ditemui dengan pohon rindang berbalut lampu temaram, dan bar kecil di luar ruangan dengan musik mengalun. Pilihan menu terdiri dari berbagai pasta yang memang bukan makanan lokal namun apa boleh buat hanya ini satu-satunya tempat bersantap di pulau kecil ini. Listrik pulau ini padam pada pukul 11 malam, setelah makan malam saya berjalan santai menuju pantai hanya untuk merebahkan badan ke pasir dan mata saya tak berhenti menatap gugusan bintang terbaik yang belum pernah saya lihat sebelumnya.

Dermaga
Dermaga

Fasilitas Bale'
Fasilitas Bale’

Pemandangan dari atas bukit
Pemandangan dari atas bukit

Waktu menunjukkan jam empat pagi, saya terbangun dan pergi ke arah selatan pulau untuk melihat matahari terbit dari puncak bukit. Dengan penerangan senter, saya mendaki bukit yang cukup dengan waktu lima belas menit untuk mencapai ke puncak. Setelah sampai puncak, lambat laun sang surya menampakkan dirinya menerangi seluruh kecantikan pulau ini. Pemandangan dari atas bukit ke arah pantai dan laut dapat terlihat gradasi putih pantai dengan biru laut yang begitu menawan.

Sayang sekali saya hanya menghabiskan satu malam di Pulau Kanawa yang indah ini. Setelah sarapan pagi kapal menuju Labuan Bajo telah berlabuh dan siap mengantarkan saya serta pengunjung lain pulang. Satu malam di Pulau Kanawa seperti mimpi bagi saya, keindahan dari atas bukit hingga bawah laut tidak tercela.

Bagaimana AirAsia Mengubah Hidup (Jalan-Jalan) Saya

$
0
0

Pramugari AirAsia melayani penumpang
Pramugari AirAsia melayani penumpang

Saya baru senang jalan-jalan sekitar lima tahun yang lalu, tepatnya tahun 2009, itu juga karena beberapa tahun sebelumnya saya sudah mulai bekerja, bisa menabung dan bisa menentukan bagaimana saya membelanjakan tabungan saya. Dari kuliah, saya sudah senang membaca artikel-artikel perjalanan. Bahkan, dari SMP pun, saya kadang membaca majalah National Geographic dan bermimpi menjadi fotografer. Fotografer idola saya waktu itu adalah Reza Deghati. Liputan yang membuat saya terinspirasi adalah liputan tentang Iran dan Maroko. Warna-warna menarik dan lanskap yang getir membuat saya ingin langsung pergi ke sana dan mencoba merekam semuanya dari kacamata saya sendiri.

Sebenarnya, beberapa kali sebelum bekerja saya sempat bepergian ke luar negeri, seperti Amerika Serikat, Jepang, Malaysia dan Singapura — namun kalau tidak dibiayai orang tua, kebetulan ada pihak lain yang membiayainya. Pengalaman 5 tahun tinggal di Malaysia tahun 1996 – 2001 juga memberikan kontribusi pada kesukaan saya jalan-jalan dan “melihat dunia”.

Kesempatan pertama itu datang pada Desember 2008, ketika teman saya, Arif, mengajak untuk pergi ke Vietnam. Kebetulan, saya punya teman di Hanoi, dia orang Vietnam. Kami terakhir kali bertemu di Amerika Serikat tahun 2005. Kami pikir, apa salahnya untuk berkunjung ke sana sembari bertemu teman lama. Saat itu, posisi keuangan kami terbatas, dan tidak semua maskapai memiliki sistem reservasi online dengan kartu kredit. Dengan membeli tiket pesawat online, pada pandangan saya, bisa mendapatkan tarif lebih murah dari jika melakukan pemesanan melalui telepon atau datang langsung ke kantor reservasi, misalnya. Konsumen lebih leluasa memilah-milah mana harga, waktu dan tempat yang terbaik. Pilihan akhirnya jatuh pada AirAsia.

Sejak melakukan pesanan pertama kali di AirAsia, tidak ada maskapai lain yang memiliki sistem reservasi online serapi AirAsia — setidaknya begitu menurut pengalaman saya pribadi. Semua prosesnya jelas, pembayaran lancar, ada opsi ekstra lain seperti makanan dan penambahan bagasi, dan dukungan customer service yang membantu.

Sebagai aviation geek juga, saya lebih suka terbang dengan Airbus A320/A320neo. Usia pesawat-pesawat yang digunakan AirAsia lebih muda, interiornya bersih dan terang. Beberapa maskapai beranggaran rendah lain yang saya gunakan menggunakan varian lain dan pesawat yang lebih tua usianya. Tempat duduk kulit tampak baru, bersih dan tidak kusam. Makanan dan minuman yang ditawarkan lebih mengena di hati dan disesuaikan dengan tujuan.

Penerbangan pertama saya adalah dari Kuala Lumpur ke Hanoi. Waktu itu, terminal di Kuala Lumpur masih LCCT (Low-cost Carrier Terminal) yang bersebelahan dengan terminal utama KLIA. Proses check-in sampai naik pesawat memang tak senyaman sekarang di KLIA2, tapi cukup lancar. Pertama kali naik ke pesawat AirAsia, impresi saya adalah pesawat ini baru dan bersih. Waktu itu, kursi tidak di-assign alias bisa duduk di mana saja. Kami pun terbang dengan antisipasi yang mungkin agak berlebihan. Perjalanan selama tiga jam itu kami lalui dengan damai.

Namun, kedamaian itu berakhir ketika hendak mendarat.

Bukan, bukan masalah pesawatnya. Tetapi, beberapa penumpang (yang kebetulan warga negara Vietnam) tiba-tiba berdiri melepas sabuk pengaman ketika pesawat sudah mulai descending (turun). Mereka ingin berfoto-foto bersama dengan blitz kamera. Kabin yang sudah gelap karena hendak mendarat tiba-tiba heboh dan silau. Mereka tak mau duduk. Pramugara dan pramugari terpaksa meminta mereka duduk. Akhirnya, mereka duduk.

Ternyata, kehebohan belum berakhir! Ketika pesawat baru saja touch down dan masih di landasan, mereka berdiri lagi dan berteriak terkagum-kagum. Saya dan teman hanya tertawa geli. Tentu saja, para staf pramugara dan pramugari cepat tanggap meminta mereka kembali duduk.

Singkat cerita, perjalanan pertama saya dengan AirAsia heboh namun lancar. Tidak ada yang mengecewakan. Perjalanan ini menjadi pembuka bagi perjalanan-perjalanan berikutnya dengan AirAsia yang selalu menyenangkan — dan menandakan diluncurkannya blog travel saya di Ransel Kecil ini.

Setelah itu, seperti tumbuh harapan untuk selalu jalan-jalan, karena semuanya jadi mudah dengan AirAsia. Untuk penerbangan dalam negeri pun, saya lebih suka menggunakan AirAsia karena dari Jakarta berangkat di Terminal 3 dan kabinnya lebih nyaman. Sampai sekarang, walau tak benar-benar pergi, saya suka iseng buka AirAsia.com hanya untuk melihat-lihat harga dan kemungkinan destinasi selanjutnya.

Tembok Berlin, Sorong, Papua Barat: Rajanya Makanan Laut

$
0
0

Suasana Tembok Berlin di pagi hari berlatar laut dan kapal.
Suasana Tembok Berlin di pagi hari berlatar laut dan kapal.

Namanya “Tembok Berlin”, seperti nama kota di Eropa, namun ini hanya kemiripan nama saja dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan Eropa. Tembok Berlin adalah tempat makan makanan laut paling ramai di kunjungi di Kota Sorong, Papua Barat.

Saya kurang begitu paham mengapa tempat ini dinamakan Tembok Berlin. Saya sempat bertanya kepada pedagang disekitar Tembok Berlin dan petugas hotel tempat saya menginap, namun mereka pun kurang begitu paham mengenai filosifi asal-muasal nama itu.

Saya berjalan menyusuri Tembok Berlin, megarahkan pandangan ke arah laut, terlihat kapal-kapal besar mulai dari kapal tanker sampai dengan kapal pinisi, angin berhembus sejuk membawa hawa kesegaran. Saya menghentikan langkah di sebuah tenda, tempat penjual makanan kecil untuk rehat sejenak ditemani segelas susu hangat. Saya duduk tepat di depan tembok pembatas antara pantai dengan jalan raya tepi pantai, santai sambil menyeruput susu hangat, kehangatannya sangat cocok di udara dingin akibat mendung.

Sore hari yang damai, awan-awan terlihat sedikit menghitam, namun tidak mengurangi magnet keindahan Kota Sorong menjelang senja. Suasana begitu santai, berkumpul bersama penduduk lokal, kawula muda, berdialog santai menunggu senja.

Senja yang ditunggu tidak begitu sempurna, terhalang awan-awan hitam, sang surya pun tidak begitu terlihat jelas, namun tetap terlihat rona jingga khas senja yang menjadi pemanis suasana.

***

Kepiting asam-manis sungguh menggugah selera.
Kepiting asam-manis sungguh menggugah selera.

Penjual sedang membakar ikan.
Penjual sedang membakar ikan.

Selepas senja, lapar melanda, perutku serasa memanggil-manggil untuk segera diisi. Saya kembali menyusuri Tembok Berlin ke arah selatan, mencari warung-warung penjual makanan laut. Saya amat penasaran dengan dengan sensasi makan makanan laut di pinggir laut Tembok Berlin. Sebelum pergi ke Sorong, kawanku pernah berpesan pada saya agar menyempatkan diri makan makanan laut di Tembok Berlin. Katanya tidak sah ke Sorong bila tidak menikmati makanan di Tembok Belin.

Saya terus melangkah mengamati warung-warung seafood yang mulai ramai. Dari kejauhan sudah tercium aroma sedapnya ikan-ikan laut yang dibakar. Saya sempat bingung ingin makan di mana, ada beberapa warung yang menjual makanan laut. Saya sempat berputar-putar mencari warung yang paling ramai dengan asumsi bahwa tempat yang ramai berarti makanannya paling enak dan favorit.

Saya menghentikan langkah di Warung Miranda. Warung ini tidak terlihat seperti restoran mewah, namun ramai, bangunan warung menggunakan bangunan semi permanen dan tanpa pendingin udara, hanya menggunakan pendingin alam, semilir angin laut yang membawa udara yang cukup sejuk. Belum mulai makan namun saya sudah bisa membayangi betapa nikmatnya menyantap seafood makanan laut langsung di tepi laut.

Warung Miranda kala itu amat ramai, saya sempat kebingungan mencari tempat, butuh beberapa menit sampai akhirnya saya dapat tempat meja di pojok kanan. Saya langsung membuka menu. Saya lihat harga makanan di daftar menu, cukup menyenangkan karena harganya tidak terlalu mahal. Menunya banyak pilihan, mulai dari udang, cumi, kepiting, dan ikan bakar, semuanya dengan pilihan bumbu saus mentega, goreng tepung dan asam-manis.

Warung makan Marinda yang ramai pengunjung.
Warung makan Marinda yang ramai pengunjung.

“Pak, saya mau pesan,” kataku sedikit teriak memanggil seorang bapak paruh baya yang sedang sibuk merapikan piring. “Iya mas, mau pesan apa?” tanya bapak itu sambil menyiapkan catatan dan pena. “Saya pesan kepiting asam manis, kangkung cah satu, dan minumnya air es jeruk nipis,” pesanku dengan porsi yang tidak terlalu banyak. “Siap ditunggu pesanannya, Mas.” bapak itu kemudian langsung bergegas menuju tempat masak.

Sepuluh menit menunggu, semua makanan yang saya pesan terhidang lengkap. Saatnya makan! Satu ekor kepting basar terhidang di hadapan saya, inilah menu yang saya tunggu-tunggu, sebelum sampai di Sorong bahkan saya sudah bertekad dalam hati untuk makan kepiting di Tembok Berlin, akhirnya kesampaian juga.

Belajar dari pengalaman makan kepiting menggunakan alat pemecah cangkang di Rumah Makan Dandito Balikpapan, Kalimantan Timur. Saya melihat ke sekeliling meja mencari alat untuk membuka cangkang kepiting, semacam tang atau palu khusus, namun nampaknya tidak disediakan.

Sebelum makan saya mencuci tangan sampai bersih, saya siap makan kepiting hanya dengan tangan. Seperti biasa, saya merasakan sensasi memecah cangkang kepiting, makin membuat makan terasa nikmat. Aroma saus asam-manis, yang menjadi saus kepiting makin menyeruak. Saus ini menyelimuti dan menyerap ke dalam kepiting rongga-rongga kepiting, saya makan perlahan, saya hisap perlahan, begitu nikmat dan lezat!

Dimakan bersama cah kangkung terasa lebih nikmat.
Dimakan bersama cah kangkung terasa lebih nikmat.

Rasa pedas sausnya sungguh amat terasa, makin mantaplah rasanya. Tak lupa saya menimati kelezatan cah kangkung yang tak kalah menggugah selera saya, begitu nikmat rasanya perpaduan yang sempurna.

Usai makan cangkang kepiting bertebaran di sekeliling piring, meja tempat saya makan menjadi sedikit kotor, saya makan berantakan seperti anak kecil. Saya puas dengan rasanya, amat enak dan sesuai dengan harapan saya. Harga makanan yang murah, suasana yang nyaman di pinggir laut, dan rasanya yang amat memanjakan lidah menjadikan Tembok Berlin sebagai tempat rajanya makanan laut.

  • Disunting oleh SA 27/09/2014

Terpana Pesona Air Terjun Dua Warna

$
0
0

Air terjun dan telaga berwarna hijau-biru.
Air terjun dan telaga berwarna hijau-biru.

Pelesir itu, buat Agmalun Hasugian, mesti menyejukkan pikir. Pelesir yang memenatkan pikiran seharusnya dihindari. Pelesir-pelesir yang bikin suntuk semacam itu, menurut Agmal, justru digemari masyarakat urban dewasa ini. Berkaraoke, belanja di mal, menonton film di bioskop, atau menyantap makanan di restoran-restoran mahal menjadi budaya masyarakat yang tinggal di perkotaan, tak terkecuali Medan, yang bagi Agmal adalah hiburan-hiburan kelas rendah yang konsumtif.

Maka, ketika pada suatu siang sehabis sembahyang Jumat Agmal mengajak teman-temannya, termasuk saya, untuk berpelesir, kami paham bahwa pelesir yang dia maksud pasti bakalan asyik. Dan ternyata benar, destinasi yang dia tawarkan sangat memikat hati: air terjun dua warna.

***

Pos penjaga hutan (ranger).
Pos penjaga hutan (ranger).

Air terjun dua warna dapat ditempuh dengan menyewa angkutan kota (angkot) yang jamak ditemui di Medan. Kota Medan, saya rasa, memiliki sistem perangkotan (maafkan kalau afiksasi saya terdengar janggal di telinga) yang baik. Angkot ditempeli nomor yang menunjukkan trayeknya. Jika anda hendak ke Merdeka Walk, misalnya, anda mesti naik angkot bernomor 103—dan sampailah anda di sana.

Jangan kaget ketika sopir menyetir ugal-ugalan. Sopir angkot di Medan memang merasa punya sembilan nyawa. Melesat di lajur kanan, sang sopir bisa saja tiba-tiba banting setir ke kiri ketika melihat calon penumpang melambaikan tangan atau tatkala seseorang bilang, “Minggir, Bang.” Pegangan pun harus kuat karena si sopir bisa mengerem dan mengegas angkot secara mendadak. Walaupun begitu, keselamatan penumpang agaknya masih menjadi perhatian. Saat menaikkan penumpang, angkot belum akan jalan kalau penumpang tersebut belum duduk nyaman di jok yang tersedia.

Di atas Sutra.
Di atas Sutra.

Bersama angkot Medan sewaan, kami menuju objek wisata air terjun dua warna yang terletak di Desa Bandar Baru, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Perjalanan ditempuh selama lebih-kurang dua jam, melalui Jalan Jamin Ginting yang panjangnya bukan main: terentang dari Kota Medan hingga Kabupaten Deli Serdang.

Menuju air terjun dua warna, kami mesti melewati kawasan Perkemahan Pramuka Bandar Baru, Sibolangit, Sumatera Utara. Bumi perkemahan yang pada 1972 diresmikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Setelah berjalan kaki selama beberapa menit, sampailah kami di pos penjaga hutan (ranger) yang bakal memandu kami.

Kenapa mesti dipandu? Soalnya, buat mencapai air terjun kami mesti menerobos lebatnya pepohonan di Taman Hutan Raya Bukit Barisan yang termasuk dalam wilayah lereng Gunung Sibayak (2.212 m), salah satu gunung berapi aktif (stratovolcano) di Sumatera Utara. Tanpa pemandu, perjalanan akan menemui banyak masalah. Hutan yang lebat sangat mudah membuat orang tersesat. Kendati telah ada jalan setapak, hanya penjaga hutanlah yang mengerti jalan setapak mana yang mengarah ke tujuan. Ngarai-ngarai yang curam juga mesti diwaspadai karena kerap dijumpai di rute yang dilalui.
Beserta rombongan lain dan seorang pemandu yang merokok terus sepanjang waktu, kami berjalan kaki menikmati rimbunnya hutan dan segarnya napas alam. Sehabis dua jam berjalan—melewati jalanan berlumpur, mendaki batu-batu besar seukuran kerbau, menyeberang kali—dan diselingi mengaso berkali-kali, sampailah kami di lokasi.

Seperti namanya, terdapat dua macam air terjun yang mengadang kami. Air terjun pertama setinggi sekira 50 meter dan mengalirkan air berwarna hijau/biru. Sementara air terjun yang lain setinggi kira-kira 20 meter dan mengucurkan air jernih layaknya air terjun pada umumnya. Keduanya membentuk telaga yang berwarna hijau/biru dan putih keabu-abuan di mana pengunjung dapat berenang di sana. Telaga berwarna hijau/biru bersuhu sangat dingin, sedangkan telaga berwarna putih keabu-abuan bersuhu hangat.

Konon, sejauh ini belum diketahui siapa yang kali pertama menemukan air terjun itu. Informasi singkat menjelaskan bahwa seseorang bernama Imanuel Sinuraya-lah yang pada 2004 mengetahui keberadaan air terjun ini secara tak sengaja. Di samping itu, belum ada bukti ilmiah yang dapat menjelaskan penyebab perbedaan warna dan suhu air terjun itu. Keterbatasan informasi dan belum adanya fasilitas yang memadai membuat keberadaan air terjun dua warna menerbitkan rasa penasaran banyak orang, terutama mereka yang berjiwa petualang.

Ketika sampai di sana, sudah banyak pengunjung yang mandi, berenang, atau sekadar duduk-duduk menikmati pemandangan. Sebagian lain menikmati seduhan mi instan yang dijual pedagang dadakan yang mangkal di lokasi tersebut. Tak sedikit pula yang mengisi botol-botol minum mereka dengan air yang mengucur dari titik-titik mata air di dinding lembah.

***

Puas mandi dan berenang, bersama rombongan dan pemandu kami meninggalkan air terjun dua warna. Menempuh rute dan waktu yang sama saat keberangkatan, sampailah kami di pos penjaga hutan kembali. Capai, penat, dan berkeringat tentu, tapi kami sangat menikmati pelesir ini.

Berjingkat di batu-batu.
Berjingkat di batu-batu.

Kami pulang ke tempat tinggal kami di Padang Bulan, Medan, dengan menaiki Sutra. Sutra adalah angkutan antarkota/kabupaten berwujud bus tanggung yang, antara lain, menghubungkan Kabupaten Deli Serdang dengan Kota Medan. Sutra sejatinya cuma merek usaha angkutan. Ada juga merek lain seperti Borneo, Dairi, Sinabung, dan seterusnya, yang sesungguhnya wujudnya, ya, itu-itu juga.

Menaiki Sutra ini merupakan pengalaman yang tak akan pernah kami lupakan. Sebab, tidak seperti angkutan lain, oleh kernet kami tidak dipersilakan masuk, tapi disuruh memanjat ke atap. Lho? Ya, di atap bus kami menikmati perjalanan pulang yang sungguh mengasyikkan.

Meniti tali melewati ngarai.
Meniti tali melewati ngarai.

Sembari berpegangan pada pegangan besi di atap bus, embusan angin menerpa muka kami. Pohon-pohon di tepi jalan melambaikan daun mereka melihat kami melintas. Para ‘penunggang atap bus’ lain yang berpapasan dengan kami menyapa kami dengan teriakan mereka. Sesekali sopir melajukan bus dengan kencang, dan itu memacu adrenalin kami.

Wisata alam sampai kapan pun menawarkan pesona yang nilainya tak dapat diutarakan dengan kata-kata. Yang memesona bukan semata destinasinya, melainkan bagaimana kita mencapai destinasi itu. Lebih daripada apa pun adalah kesadaran kita untuk terus menjaga hutan, pohon-pohon, batu-batu, tanah berlumpur, ngarai, lembah, mata air, telaga, dan air terjun agar semuanya itu bisa dinikmati pula oleh generasi sesudah kita.

  • Disunting oleh SA 27/09/2014

Mengalami Halloween di Resorts World Sentosa, Singapura

$
0
0

Salam hangat dari Resorts World Sentosa, Singapura!

Resorts World Sentosa telah beroperasi lebih dari empat tahun, dan mereka terus mengajak para pengunjung datang kembali. Ini adalah resor terintegrasi pertama di Singapura.

Oktober mendatang, Universal Studios Singapura akan mempersembahkan acara Halloween unggulan – Halloween Horror Nights. Acara yang telah dilangsungkan ke empat kalinya, dijanjikan sebagai pengalaman Halloween paling menyeramkan di Asia. Dengan 4 rumah hantu, 4 scare zone yang menyeluruh, dan 13 malam acara menakutkan selama bulan Oktober dan November, para pengunjung akan dibawa ke dalam set film horor berkualitas tinggi ketika mereka menghadapi ketakutan mereka. Alami Universal Studios Singapura tidak seperti biasanya dengan beberapa pilihan wahana, pertunjukan dan atraksi yang tersedia sepanjang malam. Ini adalah pengalaman taman bermain Halloween yang menyeluruh, hanya untuk Anda yang bernyali besar.

Sebagai tambahan terbaru di resor ini, Trick Eye Museum Singapura adalah cabang luar negri pertama dari galeri seni Korea terkenal dengan berbagai lukisan 3-D dan karya seni ilusi optik. Museum ini melampaui lebih dari sekadar galeri; langkahkan kaki dan jadilah bagian karya seni ketika Anda berinteraksi di dalamnya. Biarkan imajinasi Anda terbang bebas!

Dari tanggal 29 September 2014 sampai 1 Oktober 2014, Ransel Kecil akan menghadiri “Halloween Horror Nights” yang ke-4 di Universal Studios Singapura. Seperti apa liputannya? Nantikan di blog ini.

Viewing all 346 articles
Browse latest View live